LAPORAN PRAKTIKUM
MANAJEMEN
TERNAK POTONG DAN KERJA
(Dusun
Lekong Siwaq Tanak Beaq Kec. Narmada-Lombok Barat)
Oleh:
Ni
Made Metri
B1D
211 206
Universitas Mataram
Fakultas Peternakan
2013
KATA PENGANTAR
Puja
dan puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan rahmat dan
hidayahnya kami dapat menyelesaikan laporan Manajemen Ternak Potong dan Kerja tepat pada
waktunya. Pada dasarnya laporan ini berisi tentang “Menghitung Rata-Rata dan
Jumlah Porsentase Pakan Yang Diberikan Kepada Ternak Setiap Hari, Menghitung
dan Mengukur Status Faali Ternak Sapi Potong dan Pengukuran Bagian-Bagian Tubuh
Ternak Sapi Potong.
Laporan
ini terdiri dari 5 (lima) bab. Bab I Pendahuluan, terdiri dari 1. Latar
belakang 2. Tujuan dan kegunaan praktikum. Bab II Landasan teori, terdiri dari
1. Sejarah singkat, 2. Nenek moyang bangsa sapi, 3. Jenis-jenis sapi, 4.
Produksi sapi potong, 5. Reproduksi sapi potong, 6. Parameter produksi, 7. Penilaian
kondisi tubuh, 8. Pendugaan bobot badan, 9. Ransum/pakan ternak potong, 10.
Perkandangan ternak potong, 11. Tatalaksana perkawinan. Bab III Metode
pengamatan,terdiri dari 1. Materi pengamatan, 2. Variabel yang diamati, 3.
Metode praktikum, 4. Cara kerja, 5. Definisi operassional, 6. Analisis data.
Bab IV Hasil dan pembahasan, terdiri dari 1. Latar belakang profil ternak, 2.
Ciri-ciri khus ternak, 3. Kondisi ternak, 4. Struktur populasi, 5. Tatalaksana
pemeliharaan, 6. Parameter produksi, 7. Produktivitas ternak, 8. Analisis usaha
ternak. Bab V Penutup, terdiri dari 1. Kesimpulan dan 2. Saran.
Dalam
parktikum dan penyusunan laporan ini tidak luput dari bantuan banyak pihak
untuk itu pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih. Pertama-tama
saya ucapkan terima kasih kepada bapak dosen manajemen ternak potong yang telah
membimbing kami dalam paraktikum dan penyusuanan laporan ini. Selanjutnya saya
ucapkan termia kassih kepada bapak Muhdan selaku peternak yang telah bersedia
dan mengizinkan saya melakukan penelitian terhadap ternak yang ddimilikinya
serta tidak lupa saya ucapkan terima kasih pada teman-teman dan pihak lain yang
tidak dapat saya sebutkan namanya yang telah membantu saya sehingga parktikum
dan penyusuanan laporan ini dapat saya selesaikan dengan sebaik mungkin.
Saya
selalu penulis berharap semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi teman-teman
semua. Saya juga menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari kesempurnaan untuk
itu, kritik dan saran dari Dosen Pembimbing, dan dari teman-teman yang bersifat
membangun sangat saya harapkan agar dipenulisan laporan berikutnya bisa menjadi
bahan koreksi bagi penulis untuk hasil laporan yang lebih baik. Akhir kata saya
ucapkan terima kasih.
Mataram, 21 Januari 2013
Penulis,
BAB I PENDAHULUAN
BAB II LANDASAN TEORI
BAB III METODE PENGAMATAN
Lampiran
DAFTAR TABEL
Tabel
1. Waktu Perkawinan yang tepat ………………………………………………………. 15
Tabel
2. Struktur Populasi Responden (ekor)…………………………………………………. 23
Tabel
3. Struktur Populasi dan Lingkar dada (cm) serta bobot badan ternak (kg)……………. 24
Tabel 4. Struktur Populasi dan panjang badan
(cm) serta bobot badan ternak (kg)………….. 24
Tabel
5. Struktur Populasi dan tinggi badan (cm) serta bobot badan ternak
(kg)……………... 25
Tabel
6. Jumlah dan Variasi Bahan Pakan yang Diberikan Kepada Induk Bunting (kg)…….. 28
Tabel
7. Jumlah dan Variasi Bahan Pakan yang Diberikan Kepada Sapi Jantan Muda (kg)…. 28
Tabel
8. Jumlah yang Diberikan Kepada Sapi Jantan Dewasa (kg)…………………………… 29
Tabel
9. Jumlah Pakan yang Diberikan Kepada ternak sapi induk (kg)………………………. 30
Tabel
10. Jumlah Ternak yang Dijual, Disembelih, dan Pengembalian dalam Setahun……... 31
Tabel
11. Rincian Biaya Pakan, Obat-Obatan, dan Tenaga Kerja……………………………. 32
Tabel
12. Harga Ternak Saat Ini (per Kg hidup atau ekor)……………………………………. 32
Tabel
13. Biaya Produksi dan Pendapatan…………………………………………………….. 33
BAB I
PENDAHULUAN
Ternak
potong merupakan salah satu penghasil daging yang memiliki nilai gizi serta
nilai ekonomi yang tinggi. Sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk, kebutuhan
akan konsumsi daging di Indonesia terus meningkat setiap tahunnya. Peningkatan jumlah
konsumsi daging ini tidak diimbangi dengan peningkatan produksi daging didalam
negeri, sehingga pemerintah harus mengimpor daging dari luar
untuk memenuhi kebutuhan pasar dalam negeri. Rendahnya produksi daging
dalam negeri disebabkan oleh banyak hal, diantaranya adalah kurangnya sumber daya
manusia yang mengelolahnya.
Ternak-ternak
potong yang ada di Indonesia sebagian besar dipelihara bukan semata-mata
untuk tujuan produksi daging. Hal ini dikarenakan peternak di Indonesia
sebagian besar adalah peternak sambilan. Sehingga ternak yang mereka miliki
hanya dipelihara seperlunya saja, tidak sesuai dengan manajemen tatalaksana
pemeliharaan ternak potong. Ternak
mereka hanya diberi pakan secukupnya, bahkan kurang dari kebutuhan dari ternak itu,
siklus reproduksinya juga kurang diperhatikan. Mereka tidak punya target
peningkatan berat badan untuk ternak mereka. Sedangkan untuk peternak di luar negeri,
jika mereka memelihara ternak potong, mereka akan benar-benar fokus pada produksi
daging dari ternak mereka. Permasalahan rendahnya produksi daging
nasional ini menjadi tantangan tersendiri untuk para sarjana peternakan
maupun calon sarjana peternakan yang ada di negara ini.
Rencana
pemerintah untuk menargetkan swasembada daging pada tahun 2014 bisa saja tercapai
jika pihak pemerintah dan peternak serta para sarjana peternakan yang ada
diIndonesia bekerja sama dengan baik. Untuk bisa membantu pemerintah mewujudkan
swasembada daging nasional, para calon sarjana peternakan terlebih dahulu harus
menguasai teknik-teknik untuk bisa mencapai target itu dalam waktu yang cukup
singkat. Salah satu yang paling berpengaruh pada produksi
daging oleh ternak adalah manajemen tatalaksana
pemeliharaan ternak potong. Produksi akan optimal jika manajemen tatalaksana pemeliharaannya bagus dan sesuai dengan ketentuan yang ada.
Semua
orang suka mengkonsumsi daging termasuk daging sapi. Semakin tinggi penghasilan
masyarakat biasanya konsumsi daging sapi semakin meningkat. Hal ini disebabkan
karena tingkat kemampuan individu untuk membeli daging sapi yang notabene
harganya lebih mahal dibandingkan daging ayam dan kambing. Konsumsi daging sapi
tidak mengenal musim, pada hari besar keagamaan permintaan daging sapi naik
tiga kali lipat.
Permintan
terhadap sapi potong dari tahun ke tahun terus meningkat. Sementara itu,
pasokan sapi potong dari dalam negeri belum dapat memenuhi semua permintaan
yang ada. Keadaan ini tentu membuka peluang usaha bagi siapa saja yang ingin
beternak sapi potong. Di Indonesia usaha pembibitan sapi potong tidak sebaik
usaha penggemukan. Pasalnya di dalam negeri tidak ada jenis sapi bakalan yang
unggul sehingga pemerintah mendatangkan bibit dari luar negeri.
2.1. Tujuan praktikum
Adapun tujuan dari
praktikum manajemen ternak ptong ini, yaitu :
1.
Untuk
mengetahui informasi tentang penentuan
kondisi tubuh ternak dengan menduga bobot badan ternak.
2. Untuk belajar bermasyarakat terhadap para
peternak.
3. Untuk mengetahui profil peternak.
4. Untuk mengetahui dan menghitung
berapa porsentase ternak mengkonsumsi pakan dalam seharinya.
2.2. Kegunaan praktikum
Adapun kegunaan dari praktikum ini, yaitu :
1. Mahasiswa-mahasiswi fakultas
peternakan unram dapat terjun langsung kelapangan.
2. Mahsiswa-mahasiswi dapat langsung
mengenal para peternak masing-masing dan dapat berbaur dengan masyarakat
sekitarnya.
BAB
II
LANDASAN
TEORI
Sapi atau lembu adalah hewan ternak
anggota suku Bovidae dan anak suku Bovinae. Sapi dipelihara terutama untuk
dimanfaatkan susu dan dagingnya sebagai penghasil pangan. Hasil sampingan,
seperti kulit, jeroan, dan tanduknya juga dimanfaatkan untuk berbagai keperluan
manusia. Di sejumlah tempat, sapi juga dipakai sebagai penggerak alat
transportasi, pengolahan lahan tanam (bajak), dan alat industri lain (seperti
peremas tebu). Karena banyak kegunaan ini, sapi telah menjadi bagian dari
berbagai kebudayaan manusia sejak lama.
Kebanyakan
sapi ternak merupakan keturunan dari jenis liar yang dikenal sebagai
Auerochseatau Urochse (dibaca auerokse, bahasa Jerman berarti "sapi
kuno", nama ilmiah: Bos primigenius), yang sudah punah di Eropa sejak
1627. Namun demikian, terdapat beberapa spesies sapi liar lain yang
keturunannya didomestikasi, termasuk sapi bali yang juga diternakkan di
Indonesia.
Sapi adalah
hewan ternak terpenting dari jenis-jenis hewan ternak yang dipelihara manusia
sebagai sumber daging, susu, tenaga kerja dan kebutuhan manusia lainnya. Ternak
sapi menghasilkan sekitar 50% kebutuhan daging di dunia, 95% kebutuhan susu,
dan kulitnya menghasilkan sekitar 85% untuk sepatu. Sapi adalah salah satu
genus dari family Bovidae. Ternak atau hewan-hewan lainnya yang termasuk family
ini ialah bison, banteng (Bibos), kerbau (Bubalus), kerbau Afrika (Syncherus),
dan anoa.
Penjinakan
atau domestikasi sapi, mungkin mulai dilaksanakan 4000 tahun sebelum Masehi.
Banyak cendekiawan percaya bahwa bangsa sapi diperkirakan berasal dari asia
tengah, kemudian menyebar ke Eropa, keseluruh
kawasan asia lainnya dan ke afrika. Oleh karena hal tersebut di atas,
dapat dimengerti bahwa di Amerika, Australia, dan new Zealand yang pada pada
saat ini merupakan gudang ternak sapi, tidak terdapat turunan sapi asli,
melainkan semua didatangkan, terutama
dari eropa. Hal inilah yang mungkin menyebabkan mereka lebih maju dalam bidang
ternak sapi, karena mereka mendatangkan keturunan terbaik dari Negara lain,
kemudian memelihara, mengamati, dan memperbaikinya.
Hingga
sekarang, belum diketahui dimana sebenarnya sapi pertama kali dijinakkan.
Sesuai dengan perkembangan peradaban bangsa-bangsa di dunia, diduga bahwa
sapi-sapi tersebut pertama kali dijinakkan di benua asia.pendekatan atau
hubungan awal antara manusia dan sapi diduga karena sapi mencari makan di huma/
lading ketika manusia beralih dari pengembara pencari makan menjadi penghasil
bahan makanan yang berasal dari pertanian di lading-ladang.
Berdasarkan asal-usul dan tempat hidupnya, bangsa sapi yang ada sekarang
diturunkan dari 3 golongan BOS :
1. Golongan Bos Taurus yaitu yang hidup
pada daerah iklim sedang.
2. Golongan Bos Indicus yaitu hidup
pada iklim tropis (asia, afrika).
3. Golongan sondaicus yaitu hidup pada
iklim tropis.
1.
Sapi Limousine
Sapi
Limousin kadang disebut juga Sapi Diamond Limousine (termasuk Bos Taurus), dikembangkan pertama di Perancis,
merupakan tipe sapi pedaging dengan perototan yang lebih baik dibandingkan Sapi
Simmental. Secara genetik Sapi Limousin adalah sapi potong yang berasal
dari wilayah beriklim dingin, merupakan sapi tipe besar, mempunyai volume rumen
yang besar, voluntary intake (kemampuan menambah konsumsi di luar kebutuhan
yang sebenarnya) yang tinggi dan metabolic rate yang cepat, sehingga menuntut
tata laksana pemeliharaan lebih teratur.
Sapi jenis limousin ini
merupakan salah satu yang merajai
pasar-pasar sapi di Indonesia dan merupakan sapi primadona untuk penggemukan,
karena perkembangan tubuhnya termasuk cepat, bisa sampai 1,1 kg/hari saat masa
pertumbuhannya. Sapi lainnya yang juga merajai pasar-pasar sapi adalah Sapi PO
dan Sapi Bali.
2.
Sapi
Peranakan Ongole (PO)
Sapi
PO (singkatan dari Peranakan Ongole), di pasaran juga sering disebut sebagai Sapi Lokal atau sapi jawa atau sapi putih.
Sapi Po ini hasil persilangan antara pejantan sapi sumba ongole (SO) dengan
sapi betina jawa yang berwarna putih. Sapi Ongole (Bos Indicus)
sebenarnya berasal dari India, termasuk tipe sapi pekerja dan pedaging yang
disebarkan di Indonesia sebagai sapi Sumba Ongole (SO). Warna bulu sapi Ongole
sendiri adalah putih abu-abu dengan warna hitam di sekeliling mata, mempunyai
gumba dan gelambir yang besar menggelantung, saat mencapai umur dewasa yang
jantan mempunyai berat badan kurang dari 600kg dan yang betina kurang dari
450kg.
3.
Sapi Bali
Sapi Bali (Bos Sondaicus) adalah
sapi asli Indonesia hasil penjinakan (domestikasi) banteng liar yang telah
dilakukan sejak akhir abad ke 19 di Bali, sehingga sapi jenis ini dinamakan
Sapi Bali.
Sebagai "mantan" keturunan banteng, sapi Bali memiliki warna dan bentuk persis seperti banteng. Kaki sapi Bali jantan dan betina berwarna putih dan terdapat telau, yaitu bulu putih di bagian pantat dan bulu hitam disepanjang punggungnya. Sapi bali tidak berpunuk, badannya montok, dan dadanya dalam.
Sebagai "mantan" keturunan banteng, sapi Bali memiliki warna dan bentuk persis seperti banteng. Kaki sapi Bali jantan dan betina berwarna putih dan terdapat telau, yaitu bulu putih di bagian pantat dan bulu hitam disepanjang punggungnya. Sapi bali tidak berpunuk, badannya montok, dan dadanya dalam.
Sapi Bali jantan bertanduk dan
berbulu warna hitam kecuali kaki dan pantat. Berat sapi Bali dewasa berkisar
350 hingga 450 kg, dan tinggi badannya 130 sampai 140 cm. Sapi Bali betina juga
bertanduk dan berbulu warna merah bata kecuali bagian kaki dan pantat.
Dibandingkan dengan sapi Bali jantan, sapi Bali betina relatif lebih kecil dan
berat badannya sekitar 250 hingga 350 kg.
Sewaktu lahir, baik sapi Bali jantan maupun betina berwarna merah bata. Setelah dewasa, warna bulu sapi Bali jantan berubah menjadi hitam karena pengaruh hormon testosteron. Karena itu, bila sapi Bali jantan dikebiri, warna bulunya yang hitam akan berubah menjadi merah bata.
Sewaktu lahir, baik sapi Bali jantan maupun betina berwarna merah bata. Setelah dewasa, warna bulu sapi Bali jantan berubah menjadi hitam karena pengaruh hormon testosteron. Karena itu, bila sapi Bali jantan dikebiri, warna bulunya yang hitam akan berubah menjadi merah bata.
Keunggulan sapi Bali yaitu daya
tahan terhadap panas tinggi, pertumbuhan tetap baik walaupun dengan paka yang
jelek. Porsentase karkas dan kualitas dagingnya pun baik. Dan reproduksinya
dapat beranak setiap tahun.
4.
Sapi
Brahman
Sapi Brahman adalah keturunan sapi
Zebu atau Boss Indiscuss. Aslinya berasal dari India kemudian masuk ke Amerika
Serikat (AS) pada tahun 1849 dan berkembang pesat disana. Di Amerika Serikat,
sapi Brahman ini dikembangkan, diseleksi dan ditingkatkan mutu genetiknya.
Setelah berhasil, jenis sapi ini diekspor ke berbagai negara. Dari AS, sapi
Brahman menyebar ke Australia dan kemudian masuk ke Indonesia pada tahun 1974.
Sapi
Brahman relatif tahan terhadap penyakit dan mempunyai variasi wana kulit yang
beragam dari yang berwarna putih, coklat sampai yang kehitaman, Brahman
memiliki kualitas karkas yang bagus. Ciri khas sapi Brahman adalah
berpunuk besar dan berkulit longgar, gelambir dibawah leher sampai perut lebar
dengan banyak lipatan-lipatan. Telinga panjang menggantung dan berujung
runcing. Persentase karkasnya 45-50%. Keistimewaan sapi ini tidak terlalu
selektif terhadap pakan yang diberikan, jenis pakan (rumput dan pakan tambahan)
apapun akan dimakannya, termasuk pakan yang jelek sekalipun.
5.
Sapi
Simmental
Sapi Simmental di kalangan
peternak populer dengan nama Sapi Mental, dan sebagian peternak atau pedagang sapi kadang salah kaprah dengan menyebutnya sapi
limousin, bahkan ada yang menyebut sapi Brahman. Sapi Simmental (juga
termasuk Bos Taurus), berasal dari daerah Simme di negara Switzerland (Swiss),
namun sekarang berkembang lebih cepat di benua Amerika, serta di Australia dan
Selandia Baru (New Zealand). Sapi ini merupakan tipe sapi perah dan
pedaging. Sapi jantan dewasanya mampu mencapai berat badan 1150 kg sedang
betina dewasanya 800 kg. Secara genetik, sapi Simmental adalah sapi potong yang
berasal dari wilayah beriklim dingin, merupakan sapi tipe besar, mempunyai
volume rumen yang besar, voluntary intake (kemampuan menambah konsumsi diluar
kebutuhan yang sebenarnya) yang tinggi dan metabolic rate yang cepat, sehingga
menuntut tata laksana pemeliharaan yang lebih teratur.
6.
Sapi
Madura
Sapi Madura adalah salah satu sapi potong
lokal yang asli di Indonesia, pada awalnya banyak didapatkan di Pulau Madura,
namun sekarang sudah menyebar ke seluruh Jawa Timur.
Sapi Madura pada mulanya terbentuk dari persilangan antara banteng dengan Bos indicus atau sapi Zebu yang secara genetik memiliki sifat toleran terhadap iklim panas dan lingkungan marginal serta tahan terhadap serangan caplak.
Sapi Madura pada mulanya terbentuk dari persilangan antara banteng dengan Bos indicus atau sapi Zebu yang secara genetik memiliki sifat toleran terhadap iklim panas dan lingkungan marginal serta tahan terhadap serangan caplak.
Karakteristik sapi Madura sangat
seragam, yaitu bentuk tubuhnya kecil, kaki pendek dan kuat, bulu berwarna merah
bata agak kekuningan tetapi bagian perut dan paha sebelah dalam berwarna putih
dengan peralihan yang kurang jelas, bertanduk khas dan jantannya bergumba. Ciri-ciri
umum fisik Sapi Madura adalah: Jantan maupun betinanya sama-sama berwarna merah
bata, paha belakang berwarna putih, kaki depan berwarna merah muda, tanduk
pendek beragam, pada betina kecil dan pendek berukuran 10 cm, sedangkan pada
jantannya berukuran 15-20 cm, panjang badan mirip Sapi Bali tetapi memiliki
punuk walaupun berukuran kecil.
7.
Sapi
Brangus
Sapi Brangus ini adalah
persilangan betina Brahman dan pejantan Aberden Angus. Sapi brangus ini juga merupakan
salah satu dari jenis BX (Brahman cross). Ciri-ciri sapi Brangus antara lain
warna hitam, leher dan telinga pendek, punggung lurus, badan kompak dan padat,
kaki kuat dan kokoh, komposisi darah 5/8 Angus dan 3/8 Brahman. Keunggulan sapi
Brangus antara lain tubuh besar dan kompak, pertumbuhannya cepat, berat badan
dewasa di atas 900 kg, tahan terhadap iklim tropis dan pakannya sederhana.
8.
Sapi
Angus
Sapi Angus merupakan sapi yang
mempunyai tingkat kualitas karkas yang sangat bagus, serta mempunyai ketahanan
terhadap penyakit dan merupakan keturunan dari sapi Brahman. Sapi Angus ini masuk ke Indonesia melalui
selandia baru. Sapi ini juga mempunyai tingkat produktivitas dalam
berkembang biak yang sangat bagus, dimana betinanya mempunyai kemampuan yang
sangat bagus untuk berkembang biak dan menyusui anaknya. Sapi angus ini juga
merupakan salah satu dari jenis BX (Brahman Cross).
Bestari et al. (1998)
menyebutkan faktor yang memperngaruhi produktivitas ternak adalah faktor
intrinsik dan ekstrinsik. Faktor yang paling dominan adalah faktor ekstrinsik
yaitu lingkungan yang mencakup sistem pemeliharaan dan kesehatan ternak. Selain
itu faktor induk juga mempengaruhi produktivitas karena kemampuan induk
membesarkan anak (mothering ability) pada setiap induk tidak sama.
Hardjosubroto (1994) menyatakan,
produktivitas ternak ditentukan oleh dua aspek yaitu penampilan produksi dan
penampilan reproduksi. Produktivitas biasanya dinyatakan sebagai fungsi dari
tingkat reproduksi dan pertumbuhan.
Menurut Prescot 8 (1979), secara
umum produktivitas seekor ternak ditentukan oleh tiga faktor yaitu genetik,
lingkungan, dan umur. Faktor keturunan akan mempengaruhi performa seekor ternak
dan faktor lingkungan merupakan pengaruh kumulatif yang dialami oleh ternak
sejak terjadinya pembuahan hingga dewasa. Produksi sapi yang baik akan dihasilkan apabila seekor ternak selain
mempunyai genetik yang tinggi, ternak juga memiliki daya adaptasi lingkungan
serta tatalaksana yang baik. Produksi ternak sapi potong berhubungan erat
dengan performansnya. Performans ternak dapat dilihat dari bobot badan, ukuran
tubuh, komposisi tubuh, dan kondisi tubuh. Bobot badan ternak dapat diketahui
dengan melakukan penimbangan atau menggunakan alat penduga bobot hidup untuk
menggambarkan penampilan produksi seekor ternak. Beberapa ukuran tubuh dapat
dijadikan sebagai indikator bobot hidup seperti lingkar dada panjang badan, dan
tinggi gumba (Hardjosubroto, 1994).
Pertumbuhan seekor ternak diartikan
sebagai pertambahan bobot badan per satuan waktu, meliputi perubahan ukuran
urat daging, tulang, dan organ-organ internal lainnya. Pertumbuhan ternak
dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu bangsa ternak, jenis kelamin, jumlah dan
kualitas pakan serta fisiologi lingkungan ternak (Soeparno, 1998). Laju pertumbuhan yang berbeda diantara bangsa
dan individu ternak dalam suatu bangsa disebabkan oleh perbedaan ukuran tubuh
dewasa. Bangsa ternak yang besar akan lahir lebih berat, tumbuh lebih cepat,
dan bobot tubuh lebih berat pada saat mencapai pubertas daripada bangsa ternak
yang kecil. Kecepatan pertumbuhan sapi sangat cepat pada tahun pertama setelah
sapi mencapai pubertas dan kemudian menurun kembali setelah mencapai dewasa
kelamin (Tulloh, 1978).
Menurut
Toelihere (1994) reproduksi adalah suatu kemewahan fungsi tubuh yang secara
fisiologis tidak vital bagi kehidupan suatu individu tapi sangat penting bagi
kelanjutan keturunan suatu jenis atau bangsa hewan. Proses reproduksi ini baru
dapat berlangsung setelah hewan mencapai masa pubertas (dewasa kelamin), dimana
kejadian ini diatur oleh sistem endokrin (Cole dan Cupps 1977).
Untuk
terjadinya proses reproduksi, dimulai dengan aktifitas organ reproduksi. Hewan
jantan memiliki organ reproduksi yang meliputi organ kelamin primer atau gonad
yaitu testis, organ kelamin pelengkap yang terdiri dari epididimis, duktus
deferens, kelenjar vesikularis, kelenjar prostate dan kelenjar bulbouretralis,
kemudian dilengkapi dengan organ untuk kopulasi yaitu penis (Noakes 1988).
Hewan
betina memiliki organ reproduksi yang terdiri dari organ kelamin primer dan
sekunder. Organ kelamin primer mencakup ovarium yang berfungsi untuk
menghasilkan ovum dan hormon kelamin betina. Organ kelamin sekunder mencakup
saluran reproduksi yang terdiri dari tuba fallopii (oviduct), uterus, serviks,
vagina dan vulva yang berfungsi untuk menyalurkan dan menerima sel kelamin
jantan atau betina, serta sangat berperan dalam proses kelahiran (Toelihere
1994). Cara mengukur performance reproduksi adalah dengan mengukur angka
kebuntingan atau Conception Rate (CR), Service per Conception (S/C)
dan Calving Interval (CI) (Salisbury dan Vandemark 1985).
- Conception
Rate (CR)
Menurut Toelihere (1993) angka
konsepsi ditentukan oleh tiga faktor, yaitu: kesuburan pejantan, kesuburan
betina dan teknik inseminasi. Karena pengaruh ketiga kombinasi tersebut, angka
konsepsi dapat mencapai 64%. Dengan teknik inseminasi yang baik dan benar akan
mempertahankan nilai tersebut.
- Service
per Conception (S/C)
Nilai S/C diperoleh dari banyaknya servis atau
pelayanan IB dibagi dengan jumlah sapi yang bunting (Partodihardjo 1987).
Menurut Toelihere (1993) nilai S/C normal berkisar antara 1,6 – 2,0. Menurut
Vandeplassche (1982) nilai S/C yang rendah sangat penting dalam arti ekonomis,
baik dalam perkawinan alam maupun melalui IB. Nilai S/C dianggap tidak baik
apabila melebihi angka 2,0 karena hal ini menunjukan gambaran reproduksi yang
tidak efisien dan akan merugikan secara ekonomis.
- Calving
Interval (CI)
Calving Interval (CI) adalah
jarak antara dua kelahiran yang berurutan yang dapat dihitung dengan
menjumlahkan lama kebuntingan dan jarak dari melahirkan sampai terjadi konsepsi
kembali (Vanderplassche 1982). Vanderplassche melanjutkan bahwa jarak optimum untuk
CI sapi adalah 12 bulan. Efisiensi yang buruk ditandai dengan interval
kelahiran yang lebih panjang.
Koefisien
Teknis (KT). Koefisien Teknis adalah angka standar yang mematuhi kaidah
yang sudah ditentukan yang dapat dipergunakan untuk menghitung suatu besaran
yang bersifat linear, luas bidang, volume, jumlah berat, dan berbentuk
persentase. Ukuran linear (m dan cm), ukuran berat (kg dan ton), ukuran volume
(l dan cc), ukuran luas (m² dan ha), ukuran waktu (jam, hari, minggu, bulan,
dan tahun), ratio antara sumber daya ”feed egg ratio” dan “Feed Ratio”).
Pada dasarnya, nilai koefisien teknis merupakan asumsi berdasarkan pertimbangan
faktor lingkungan dan teknologi di suatu lokasi. Misalkan “Net Calf Crop”
saja, yaitu angka kelahiran sapi setelah dikurangi persentase kematian adalah
100 % Ini berarti bahwa setiap induk sapi akan melahirkan satu ekor anak setiap
tahun, tidak ada kematian dan semua anak sapi ini diharapkan dapat dibesarkan.
Di samping itu, ada juga jenis koefisien teknis (“Sex Ratio”, umur awal, umur
pasar, dan umur afkir). Penyusun proyeksi kelahiran, penjualan, dan sisa ternak
di akhir masa proyeksi ternak bibit, memerlukan koefisien teknis sebagai
berikut ini:
a.
Umur awal induk dan jantan, untuk menentukan pada tahun berapa ternak diafkir.
b.
Umur pasar betina bibit dan jantan muda (bibit) untuk menentukan penjualan setiap
tahun.
c.
“Sex Ratio”, yaitu jumlah anak jantan berbanding jumlah anak betina, untuk menentukan
jumlah jantan dan betina pada setiap kelahiran dan direncanakan.
d.
“Net Calf Crop” yang ditentukan berdasarkan kondisi lingkungan pada
lokasi yang direncanakan.
Umur
ternak bibit adalah umur awal ternak sapi potong (bakalan), yaitu umur 2 tahun
dan umur afkir ternak sapi potong adalah 10 tahun. Koefisien Teknis (KT) lain
yang merupakan pembatas dan menentukan jumlah awal yang dihasilkan sebelum
induk dijual adalah lamanya masa kebuntingan dan lamanya induk kering kandang
(masa antara mengasuh anak dan dikawinkan lagi). Masa bunting dan masa kering
kandang sebelum dikawinkan lagi selama 12 bulan (masa bunting 9 bulan + 3 bulan
masa kering kandang). Umur awal, berat awal, dan masa penggemukan sapi secara
berturutan adalah 18 bulan, 150 kg, dan 6 – 8 bulan. Pertambahan berat badan
harian sapi Bali berkisar antara 0,30 – 0,40 kg/ekor/hari. Koefisien teknis
usaha penggemukan ternak sapi, kerbau, kambing, dan babi yang perlu
diperhatikan adalah :
-
Umur awal ternak,
-
Berat badan awal ternak,
-
pertambahan berat badan harian ternak,
-
masa penggemukan ternak, dan
- berat badan ternak
yang diinginkan pasar/berat pasar
Bobot
badan seekor sapi hanya dapat diketahui secara tepat melalui cara penimbangan,
namun dalam situasi dan kondisi tertentu, terutama dibutuhkan cara lain yang
dianggap praktis untuk mengestimasi bobot badan seekor ternak. Beberapa
penelitian telah melaporkan adanya hubungan antara dimensi ukuran tubuh pada
sapi dengan antara dimensi ukuran tubuh pada sapi dengan bobot badannya,
sehingga dihasilkan suatu formula untuk mengestimasi bobot badan pada umur dan
jenis kelamin tertentu (Sumadi et al., 2001; Maskyadji, 1997; Clufran, 1976;
Saleh, 1982).
Mengukur
panjang badan dapat dilakukan dengan cara menempatkan tongkat ukur bagian
permanen dibagian depan tulang persendian pada kaki depan dan cara membacanya
harus lurus, sehingga pengukuran yang dilakukan akurat (Susetyo, 1977).
Lingkar
dada pada ternak menunjukkan berat badannya, di mana semakin panjang lingkar
dadanya maka semakin berat bobot badan ternak tersebut dan sebaliknya semakin pendek
lingkar dada suatu ternak maka berat badan ternak tersebut ringan atau ternak
tersebut kurang sehat/ kurus (Roche, 1975)
Penilaian
ternak perlu dilakukan untuk menilai seekor ternak yang memiliki kapasitas
berreproduksi dan produksi serta tingkat kesehatan yang normal sesuai dengan
bangsa ternak dan daya beradaptasi pada suatu lingkungan tertentu. Didalam
praktek ilmu tilik ternak digunakan untuk memilih seekor ternak untuk tujuan
tertentu seperti tipe potong/kerja/daging, tipe perah, dan tipe dwiguna.
Penentuan
kualitas atau kondisi dari suatu ternak harus memperlihatkan hal-hal sebagai
berikut :
1. Konstitusi tubuh
Konstitusi
tubuh merupakan imbangan dari bagian-bagian tubuh ternak, dengan cara
membandingka bentuk-bentuk dari suatu bagian. Letak bagian tersebut
dibandingkan dengan bentuk yang umum, serta dibandingkan hubungannya dengan
bagian lain.
2. Temperamen
Temperamen
adalah sikap atau tingkah laku alami dari seekor ternak, sekaligus menyangkut
juga kemungkinan ada atau tidaknya penyakit atau cacat tubuh yang terdapat pada
seekor ternak. Perbedaan temperamen dapat menyebabkan perbedaan pula di dalam
mengelola ternak-ternak tersebut supaya ternak mampu memberikan produksi secara
maksimal.
3.
Kondisi Tubuh
Kondisi
tubuh yaitu keadaan sehat atau tidaknya, gemuk atau kurusnya, cacat tubuh atau
tidaknya suatu ternak baik cacat genetik maupun cacat yang bersifat mekanik.
Kondisi ternak sangat berpengaruh secara langsung terhadap kemampuan untuk
berproduksi secara maksimal.
Ukuran-ukuran
tubuh mempunyai korelasi (hubungan) yang cukup erat dengan bobot badan. Rumus penentuan
berat badan sapi berdasar ukuran tubuh bertolak dari anggapan bahwa tubuh
ternak sapi berupa tong. Oleh karena itu, ukuran tubuh yang digunakan untuk
menduga bobot tubuh biasanya adalah panjang badan dan lingkar dada. Rumus yang
telah dikenal adalah rumus Schoorl yang mengemukakan pendugaan bobot
ternak sapi berdasarkan lingkar dada sebagai berikut :
·
Bobot badan (kg) = (lingkar dada (cm) +
22)2
100
Rumus lain diturunkan oleh Winter yang telah
menggunakan lingkar dada dan panjang badan dalam pendugaannya. Rumus itu
sebagai berikut :
·
Bobot badan (lbs) = Lingkar dada (inchi)2 x Panjang badan (inchi)
300
Rumus
Denmark yang menggunakan lingkar dada dalam satuan cm. rumus itu sebagai
berikut :
·
Bobot badan (kg) = (Lingkar dada
(cm) + 18)2
100
Rumus
winter yang telah diubah oleh Arjodarmoko yaitu sebagai berikut :
·
Bobot badan (kg) = [Lingkar dada (cm)]2 x Panjang
badan (cm)
104
Metode visual adalah suatu metode yang
digunakan untuk menafsir berat badan dengan melihat, mengamati keadaan sapi
dengan baik, kemudian kita menafsir berat sapi tersebut. Metode ini perlu
kejelian dan latihan yang banyak supaya taksirannya hampIr mendekati benar. Dan
juga metode ini banyak dipakai oleh para pedagang hewan (Buffran,1986).
Kebanyakan
dari ruminansia memakan hijauan dan rerumputan sebagai pakan utamanya. Kemudian
sering pula ditambahkan konsentrat, untuk menambah kebutuhan unsure gizi yang
kurang dari sumber hijauan dan rerumputan tadi. Sedangkan untuk monogastrik pakan
utamanya adalah campuran dari biji – bijian dan sumber hewani yang dipadukan
menurut kebutuhan nilai gizinya (Muhammad Rasyaf, 1990).
Sedangkan
menurut Bambang Setiadi (2001) dinyatakan bahwa pemberian garam sangat
dianjurkan dan harus dibarengi dengan penyediaan air minum secukupnya. Ingat
pemberiannya jangan dicampurkan pada air minum, tetapi dicampur dengan
konsentrat. Jumlah pemberian garam pada sapi dewasa 6 – 8 gram/100 kg berat
badan, dan pada sapi muda lebih kurang 9 gram/100 kg berat badan. Untuk lebih
amannya sediakan garam dapur bata yang diikat pada tiang kandang. Jadi bila
sapi tersebut kekurangan akan menjilatinya sendiri.
a.
Persyaratan
Teknis Kandang
·
Letak Dan Arah Kandang
Menurut
pengalaman penulis di lapangan, pertumbuhan bobot badan sapi dengan kandang
(bagian kepala sapi) yang menghadap ke timur lebih baik dibandingkan dengan
sapi yang kandangnya menghadap arah lain. Hal ini berarti, jika membangun
kandang tunggal sebaiknya dibuat menghadap ke timur. Namun, jika ingin dibangun
kandang ganda, buat membujur utara – selatan
·
Ukuran Kandang
Ukuran
kandang harus disesuaikan dengan ukuran tubuh sapi dan jenis kandang yang
digunakan, apakah kandang individu atau kandang kelompok. Umumnya, kebutuhan
luas kandang sapi per ekor sekitar 1,5 x 2,5 m, 1,5 x 2 m, atau 1 x 1,5 m.
Apapun jenis kandang yang dibuat – kandang kelompok atau kandang individu –
peternak harus memenuhi kebutuhan luas kandang per ekor tersebut
·
Konstruksi Kandang
Konstruksi
kandang harus kuat serta terbuat dari bahan yang ekonomis dan mudh diperoleh.
Di dalam kandang harus ada drainase dan saluran pembuangan limbah yang mudah
dibersihkan. Tiang kandang sebaiknya dibuat dari kayu berbentuk bulat agar
lebih tahan lama dibandingkan dengan kayu berbentuk kotak. Selain itu, kayu
bulat tidak akan melukai tubuh sapi, berbeda dengan kayu kotak yang memiliki
sudut tajam
Ø Lantai
Lantai
kandang sapi biasanya dibuat dari bahan semen atau tanah yang dipadatkan dan
dibuat lebih tinggi dari lahan sekitarnya. Lantai bisa dialasi jerami, karpet,
kayu datar, papan atau serbuk gergaji. Pemberian alas bertujuan agar kakidan
tubuh sapi tidak terluka terkena lantai semen yang kasar. Pemberian alas juga
membuat kaki dan tubuh sapi tidak mudah kotor serta tidak cepat rusak akibat
tergerus kaki sapi. Lantai kandang harus kuat, tidak licin, dan dibuat dengan
kemiringan 15 derajat ke arah selokan di belakang sapi untuk mempermudah
penampungan kotoran sapi dan pakan yang jatuh
Ø Dinding
Dinding
kandang tidak boleh tertutup seluruhnya, harus dibuat terbuka sebagian agar
sirkulasi udara di dalam kandang lancer. Bahan yang digunakan sebagai dinding
bisa berupa tembok beton, papan, kayu, bambu dan bilik bambu. Kadang, dinding
kandang hanya berupa tempat minum dan tempat pakan yang dibuat setinggi 0,5 – 1
meter dari permukaan tanah
Ø Atap
Atap
kandang bisa terbuat dari bahan asbes, genting, rumbia atau seng. Kandang untuk
sapi potong bisa menggunakan atap dari asbes karena sapi potong lebih tahan
terhadap panas. Kandang sapi juga boleh tidak menggunakan atap alias terbuka.
Kandang terbuka yang beratapkan langit ini biasanya digunakan untuk memelihara
sapi bunting atau bakalan yang baru datang di peternakan. Kandang seperti ini
membantu betina bunting untuk berlatih agar proses melahirkan bisa lancar.
Ø Lorong
Di
kandang individu, biasanya terdapat lorong di tengah kandang sebagai area lalu
lintas peternak atau pekerja untuk memberi pakan atau member minum sapi. Lorong
ini biasanya berkuran 0,5- 1 meter dan dibuat dari bahan semen. Lantai semen
sebaiknya diberi corak garis – garis agar tidak licin
Ø Selokan
Selokan
berfungsi sebagai tempat pembuang kotoran. Selokan biasanya dibuat dengan lebar
20 – 30 cm dan kedalaman 10 – 20 cm. Selokan ini dibuat di dalam kandang di
bagian ekor sapi, baik itu di kandang tunggal maupun kandang ganda. Tujuannya,
agar pekerja mudah membersihkan kotoran dan urine sapi
Ø Bak Pakan dan Minum
Bak
pakan dan bak air minum di depan kandang dengan perbandingan 2: 1, artinya,
jika panjang bak pakan satu meter, maka panjang bak air minum setengah meter.
Tempat pakan dan air minum ini dibuat dari bahan semen atau papan kayu dengan
dasar rapat agar pakan tidak mudah tercecer. Tempat minum tidak boleh bocor dan
harus mudah dibersihkan.
a.
Sistem Perkawinan
Sitem
perkawinan sapi untuk memperoleh keturunan ada dua macam yaitu perkawinan
secara alami (sapi betina yang birahi kawin langsung dengan pejantan) dan
perkawinan buatan yang dikenal dengan inseminasi buatan (IB) atau kawin suntik,
dimana sapi betina yang birahi “disuntik” dengan mani sapi jantan unggul.
(Bambang Setiadi, 2001).
Menurut
Samsul Fikar dan Dadi Ruhyadi (2010) perkawinan alami harus memperhatikan
perilaku seksual induk betina dan jantan. Induk betina mengalami birahi setiap
18 – 22hari sekali, sedangkan jantan tidak tergantung waktu. Masa ovulasi
indukan biasanya terjadi 8 – 12 jam setelah birahi. Inseminasi Buatan (IB)
bertujuan untuk memperoleh sapi yang unggul dari segi kualitas dan kuantitas,
karena semennya berasal dari pejantan yang telah diseleksi. Selain itu, IB
dilakukan untuk menghindari perkawinan sedarah (inbreeding), sehingga tingkat
kecacatan dan penularan penyakit dapat dikurangi.
b. Waktu Mengawinkan Yang Paling Tepat
Sapi betina yang masa birahinya hanya pada waktu – waktu tertentu
jangan dilewatkan begitu saja, kita sebaiknya mengawinkan sapi pada waktu yang
tepat, sehingga kita tidak perlu beberapa kali mengawinkan.
Tabel 1. Waktu Perkawinan Yang Tepat
No
|
Waktu Birahi
|
Saat mengawinkan yang
baik
|
Terlambat
|
1
|
Pagi sampai pukul
10.00
|
Siang – sore hari itu
juga
|
Besok pagi harinya
|
2
|
Siang sampai pukul
13.00
|
Sore hari dan masih
bisa besok paginya
|
Besok paginya lebih
dari pukul 08.00
|
3
|
Sore atau malam hari
|
Malam hari itu juga
keesokan harinya sampai pukul 10.00
|
Besok paginya bila
lebih dari pukul 10.00
|
(Bambang
Setiadi, 2001).
c. Kerugian Perkawinan Terlalu Awal
Perkawinan
yang dilakukan terlalu awal akan membawa dampak kerugian sebagai berikut:
- Induk menjadi kerdil
- Terjadi kesulitan saat melahirkan
- Anak yang dilahirkan sering kurang sehat
Menunda perkawinan terlalu lamapun akan rugi, karena ada
kemungkinan penimbunan lemak pada sekitar indung telur yang mengganggu proses
pembentukan sel telur (Bambang Setiadi, 2001).
BAB
III
METODE
PENGAMATAN
Materi pengamatan
atau sampel yang digunakan dalam praktikum ini yaitu berjumlah 4 (empat) ekor sapi. Dalam praktikum ini juga
melibatkan beberapa alat yang harus digunakan, yaitu :
1. Tongkat ukur
2. Pita ukur
3. Meteran dan,
4. Alat tulis
Variabel
merupakan suatu obyek yang diamati oleh seseorang. Variabel terbagi menjadi 3
(tiga) kelompok, yaitu :
1.
Variabel
Bebas : Pakan Yang Dikonsumsi Ternak
2. Variabel Terikat :
Pertambahan Parameter Tubuh Ternak
3.
Variabel
Konrtol : Peternak
dapun variabel yang diamati dalam praktikum ini yaitu
sebagai berikut :
1.
Jumlah dan variasai bahan pakan yang
diberikan kepada ternak sapi jantan dan betina.
2.
Struktur populasi dan lingkar dada (cm)
serta bobot badan ternak (kg)
3.
Struktur populasi dan panjang badan (cm)
serta bobot badan ternak (kg)
4.
Struktur populasi dan Tinggi Badan (cm)
serta bobot badan ternak (kg)
5.
Menghitung jumlah rata-rata pemberian
pakan perhari, dan
6.
Menghitung porsentase konsumsi pakan
terhadap ternak dalam perhari.
Untuk mengkaji tentang materi praktikum manajemen, maka dilakukan
pengambilan data dengan 2 metode, yaitu :
1. Metode survey
Melalui metode ini dapat diperoleh data langsung mengenai keadaan manajemen
pemeliharaan (jenis sapi, perkandangan, ransum, perkawinan, dan pengolahan
kotoran) karena penulis mengamati secara langsung pada peternakan
yang dituju.
2. Metode Wawancara
Untuk menyempurnakan informasi yang didapat dari pengamatan langsung
maka dilaksanakan kegiatan wawancara dengan Bapak Muhdan selaku peternak dan
Bapak Wahidi selaku ketua kelompok ternak briuk maju yang lebih mengetahui
tentang seluk beluk manajemen pemeliharaan sapi setiap harinya. Wawancara ini
dlakukan selama 2 minggu yaitu pada tanggal 9 mei 2011 dan 18 mei
2013.
Dari data yang diperoleh maka dapat dijadikan bahan penyusunan
laporan sebagai hasil akhir praktikum yang telah dilaksanakan.
Dalam praktikum ini adapun langkah-langkah yang harus
dilakukan, yaitu :
1. Quisioner pertama
·
Langkah
pertama yang dilakukan yaitu perkenalan diri terhadap peternak masing-masing.
·
Langkah
kedua yang dilakukan yaitu betanya atau mewawancarai langsung kepada peternak,
menanyai hal-hal yang bersangkutan pada ternak dan latar belakang keluarganya.
·
Langkah
ketiga yang dilakukan yaitu melakukan pengukuran terhadap lingkar dada ternak,
panjang badan ternak dan penimbangan bobot badan ternak.
·
Langkah
keempat melakukan perhitungan analisa ekonomi usaha ternak.
2.
Quisioner kedua
·
Langkah pertama yaitu melakukan penimbangan
pakan ternak setiap pagi, siang dan sore.
·
Penimbangan pakan dilakukan selama 5 (lima)
hari (tidak berturut-turut).
·
Membersihkan kandang setiap pagi dan disore
hari.
·
Pembersihan kandang dilakukan setiap hari
jumat, sabtu dan minggu, pembersihan dihari lain dikerjakan oleh peternak
sendiri.
·
Menimbang sampel (sisa pakan) dipagi hari.
·
Penimbangan sampel dilakukan setiap pagi.
·
Menghitung total, rata-rata, sisa pakan dan
persentase jumlah pemberian pakan terhadap ternak setiap harinnya.
Perlakuan
pada saat praktikum di lekong siwak desa tanak beak kecamatan narmada-lombok
barat dilakukan oleh masing-masing praktikan. Pada quisioner pertama kami
saling membantu satu sama lain pada saat penimbangan dan pengukuran ternak.
Dilokasi praktikum kami juga melakukan pengukuran panjang badan ternak, lingkar
dada, dan penimbangan bobot badan ternak. Pada quisioner kedua kami melakukan
penimbangan pakan ternak dan mengambil sampel (sisa pakan) di pagi hari selama 5
(lima) hari dan membersihkan kandang.
i.
Pengukuran :
v Panjang badan yaitu
diukur dengan mistar
ukur dari sendi bahu sampaitonjolan tulang duduk (tuber
osichii).
v Tinggi badan yaitu
diukur dengan mistar ukur dari bidang datar sampai titik tertinggi gumba.
v Lingkar dada yaitu diukur
dengan melingkarkan pita ukur pada tulang iga kanan dan kiri, tepat
pada sternum ketiga atau keempat.
v Bobot badan yaitu
merupakan berat badan dari ternak itu sendiri.
ii.
Pada
definisi operasional ini dijelaskan sebagai berikut :
a.
Struktur populasi ternak :
Jumlah ternak bapak
Syamsul hakim sebanyak 2 ekor, yang masing-masing berjenis kelamin ekor betina dewasa berumur 4 tahun dan 1 ekor
anakan betina berumur 7 bulan dengan kondisi fisik masing-masing Gemuk dan
dalam keadaan sehat.
b.
Populasi dasar :
Pada awalnya bapak
Syamsul hakim memiliki 1 ekor indukan yang diberikan oleh pemerintah pada umur
1 tahun untuk dikadaskan.
c.
Service per Conception (S/C) :
Ternak mengalami kebuntingan setelah di
kawinkan sebanyak ± 3 kali.
d.
Angka kelahiran (Calf crop/calving rate)
:
Jumlah kelahiran pertahun =
x
100% = 100 %
e.
Panen pedet :
Jumlah
angka kelahiran untuk pedet =
x
100% = 100 %
f.
Jangka beranak (Calving Interval) :
Jarak beranak ternak =
lama kebuntingan 9,5 bulan + 2 bulan lama ternak di kawinkan = 11,5 bulan.
g.
Umur produktif :
Umur produktif ternak = 9 tahun masa
afkir – 2 tahun ternak pertama kali dikwinkan = 7 tahun.
h.
Lama digunakan dalam pembiakan :
-
9 tahun masa afkir – 2 tahun ternak
pertama kali dikwinkan = 6 tahun.
-
2 – ( 1 x 10) + 3 = 5 – (10) + 3 = 12
i.
Angka Kemajiran :
Angka kemajiran ternak bapak Syamsul
hakim adalah 0.
j.
Umur Afkir :
-
2 – ( 1 x 11,5) + 2 = 2 – (11,5) + 2 =
7,5 jadi umur afkir ternak bapak syamsul
hakim adalah 7,5 tahun
k.
Angka kematian :
Angka kematian =
l.
Pertumbuhan alami / naturan increase
(NI) :
Selisih antara angka kelahiran dengan
angka kematian = 2 – 1 = 1
m.
Net Replecament Rate (NRR) :
Jumlah ternak betina yang lahir dibagi
dengan jumlah betina pengganti =
.
n.
Service period (days open/heat period) :
Waktu yang dibutuhkan
sejak melahirkan sampai pada perkawinan kembali yaitu 21 hari setelah
melahirkan tetapi mengalami kebuntingan kembali setelah 3 kali perkawinan.
o.
Non return rate :
Ternak yang dimiliki
oleh bapak Syamsul Hakim mengalami kebuntingan setelah 3 kali perkawinan.
Analisis data yang digunakan dalam perlakuan
pemberian pakan kepada ternak selama 5 (lima) hari menggunakan analisis
deskriptif. Analisis deskriptif yang digunakan adalah menghitung rata-rata dan
persentase jumlah pakan yang dikonsumsi
oleh ternak setiap harinya.
BAB
IV
HASIL
DAN PEMBAHASAN
Nama, Bapak
Muhdan yang bertempat tinggal di Dusun Lekong Siwak Tanak Beak Kecamatan
Narmada-Lombok Barat. Bapak Muhdan memelihara 4 (empat) ekor sapi yang terdiri
dari 2 (dua) jantan dan 2 (dua) betina. Bapak Muhdan masuk dalam Kelompok Tani
Ternak Briuk Maju Dusun Lekong Siwak Tanak Beak Kecamatan Narmada Lombok-Barat
pada tahun 2009. Bapak Muhdan kini berumur 42 tahun dan memiliki pekerjaan
sebagai petani dan petani penggarap. Pekerjaan sampingannya yaitu sebagai
peternak. Bapak Muhdan memiliki tanggungan keluarga 4 (empat) orang dalam satu
keluarga. Bapak Muhdan memiliki tujuan untuk beternak yaitu untuk memenuhi
kebutuhan keluarga. Dalam usahanya beternak bapak Muhdan telah berpengalaman
selama 4 (empat) tahun. Sapi yang dimiliki oleh bapak muhdan yaitu bangsa sapi
bali dan silangan dari limousin. Bapak
Muhdan juga memiliki motivasi dalam beternak yaitu karena merupakan sumber
penghasilan keluarga dan sebagai tabungan di hari kelak.
Dalam
keseharian, Bapak Muhdan sibuk di sawah dan di kandang. Bapak Muhdan biasanya
memberikan pakan kepada ternak setiap 3 (tiga) kali sehari. Aneka pakannya pun
beragam. Jika dipagi hari menunya jerami maka disiang harinya rumput gajah, dan
disore harinya rumput lapangan dan jerami. Menu pakan ternaknya pun bergilir
setiap harinya. Bapak muhdan biasa berangkat ke sawah pada jam 07.00 pagi dan
memberikan pakan ternak pada jam 08.00.
Kesibukan
Bapak Muhdan pun beragam, terkadang sibuk disawah, terkadang sibuk dikandang
dan juga terkadang sibuk dirumah. Bapak Muhdan dengan dua orang anak, hidup
sebagai petani dan peternak.
Ciri-ciri ternak yang dimiliki oleh
peternak, yaitu :
1. Warna sapi betina merah bata,
berbulu halus dan jinak, memiliki warna putih tepat dikakinya, memiliki garis
hitam tepat di tulang punggungnya.
2.
Warna
sapi jantan hitam, memiliki mata yang bersinar, kaki yang kokoh, dan jinak.
Sapi jantannya ada juga yang berwarna merah bata, yaitu Sapi Limousin.
Pada
saat pengamatan yang dilakukan oleh praktikan dikelompok tani ternak briuk maju
didapatkan data bahwa kondisi tubuh ternak sapi yang dimiliki oleh Bapak Muhdan
berkondisi, sebagai berikut :
1.
Kondisi
Kesehatan Ternak Berdasarkan Pengamatan.
o
Kondisi
mata : bersinar, tidak
mengeluarkan air mata dan bersih.
o
Warna
hidung : hitam
mengkilat.
o
Pernapasan/respirasi : memiliki respirasi yang stabil,
namun respirasi ternak akan mengalami hembusa yang tidak teratur ketika kondisi ternak sedang strees atau
ketakutan.
o
Kehalusan
bulu :
licin dan berbulu halus.
o
Detak
jantung : detak jantung
ternak sapi rata-rata 99kali/menit.
o
Konsistensi
feces :
hijau tua dan kecoklatan.
o
Kondisi
tubuh ternak : gemuk dan sedang
2.
Riwayat
Kesehatan Ternak.
Dalam pengamatan pada saat
praktikum, didapatkan data bahwa ternak sapi yang dimiliki Bapak Muhdan tidak
terserang penyakit yang hingga
mengakibatkan kematian ternak. Tetapi ketika ternak masih dalam masa
pertumbuhan yang baru berumur sekitar 2-3 bulan, mudah terserang penyakit.
Penyakit tersebut yaitu cacingan.
4.4.
Struktur Populasi
Tabel 2. Struktur Populasi Responden
(Ekor)
Umur Fidiologis
|
Jantan
|
Betina
|
Jumlah
|
Ciri-Ciri
|
Anak Menyusui
|
-
|
-
|
-
|
-
|
Anak Sapihan
|
-
|
-
|
-
|
-
|
Muda
|
1
|
-
|
1
|
Mata Bersinar, Bulu Halus Dan Panjang
|
Dewasa
|
1
|
2
|
3
|
Gemuk, Mata Bersinar Dan Bulu Halus
|
Jumlah Kepemilikan
|
2
|
2
|
4
|
|
Dari hasil tabel data pengamatan diatas
didapatkan bahwa jumlah dalam satu populasi terdapat 4 (empat) ekor ternak
sapi.
Tabel
3. Struktur
Populasi Dan Lingkar Dada (cm) Serta Bobot Badan Ternak/(kg)
No
|
Uraian
|
Lingkar
dada
|
Tgl
Lahir/ Umur
|
Bobot
Berdasarkan Tabel
|
|||
I(tgl: )
|
II(tgl: )
|
III(tgl: )
|
IV(tgl: )
|
||||
1
|
Pedet jantan
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
|
Pedet betina
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
2
|
Menyusui jantan
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
|
Menyusui betina
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
3
|
Sapihan jantan
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
|
Sapihan betina
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
4
|
Muda jantan1
|
128/182
|
128/182
|
129/186
|
129/186
|
11 bulan
|
136
|
|
Muda jantan2
|
148/257
|
148/257
|
149/264
|
149/264
|
2 tahun
|
201
|
|
Muda betina
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
5
|
Induk menyusui
|
150/271
|
150/271
|
151/276
|
151/276
|
3 tahun
|
208
|
|
Induk bunting
|
152/280
|
154/296
|
154/296
|
155/303
|
4 tahun
|
224
|
No
|
Uraian
|
Panjang
badan
|
Tgl
Lahir/ Umur
|
Bobot
Berdasarkan Tabel
|
|||
I(tgl: )
|
II(tgl: )
|
III(tgl: )
|
IV(tgl: )
|
||||
1
|
Pedet jantan
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
|
Pedet betina
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
2
|
Menyusui jantan
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
|
Menyusui betina
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
3
|
Sapihan jantan
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
|
Sapihan betina
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
4
|
Muda jantan
|
93
|
93
|
94
|
95
|
11 bulan
|
136
|
|
Muda betina
|
128
|
129
|
129
|
129
|
2 tahun
|
201
|
5
|
Induk menyusui
|
119
|
120
|
120
|
120
|
3 tahun
|
208
|
|
Induk bunting
|
138
|
139
|
139
|
141
|
4 tahun
|
224
|
Tabel 3. Struktur populasi dan panjang
badan (cm) serta bobot badan ternak
Tabel
4. Struktur populasi dan tinggi badan (cm) serta bobot badan ternak (kg)
No
|
Uraian
|
Tinggi
badan
|
Tgl
Lahir/ Umur
|
Bobot
Berdasarkan Tabel
|
|||
I(tgl: )
|
II(tgl: )
|
III(tgl: )
|
IV(tgl: )
|
||||
1
|
Pedet jantan
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
|
Pedet betina
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
2
|
Menyusui jantan
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
|
Menyusui betina
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
3
|
Sapihan jantan
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
|
Sapihan betina
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
4
|
Muda jantan
|
99
|
99
|
100
|
102
|
11 bulan
|
136
|
|
Muda betina
|
107
|
108
|
108
|
109
|
2 tahun
|
201
|
5
|
Induk menyusui
|
113
|
113
|
114
|
114
|
3 tahun
|
208
|
|
Induk bunting
|
108
|
119
|
110
|
110
|
4 tahun
|
224
|
Berdasarkan data yang ada, ternak yang diberi makan
secara teratur dengan jumlah pakan yang tetap akan berpengaruh pada perubahan
lingkar dada, panjang badan, tinggi badan serta bobot badan ternak. Hal ini
terlihat dari rata-rata jumlah pakan yang diberikan setiap harinya yaitu
25,46kg/hari. Pada setiap ternak memiliki perubahan lingkar dada, panjang badan
dan tinggi badan yang relative sama yakni sekitar 1-2 cm selama dilakukan
pengukuran.
Tatalaksana
pemeliharaan sapi diantaranya termasuk juga program kesehatan ternak adalah
suatu program penjagaan kesehatan ternak secara terpadu dalam suatu usaha
peternakan, baik yang menyangkut hewannya sendiri, seperti juga pada sapi
maupun pengaturan faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan, hingga usaha
peternakan dapat dilaksanakan secara serasi, dan tujuan beternak dapat memenuhi
prinsip ekonomi secara optimal. Manajemen kesehatan ternak menjadi hal yang
penting dalam usaha peternakan komersial untuk mencapai keuntungan yang
setinggi-tingginya. Hal ini didukung oleh kesehatan sapi, lingkungan dan
produknya. Mencegah datangnya penyakit jauh lebih baik dari pada mengobati.
Hal-hal yang perlu diperhatikan meliputi :
1.
Kandang
Pemeliharaan ternak dalam kelompok ternak briuk maju
yaitu dalam kandang. Ternak tidak dilepas atau digembalakan di ladang. Kandang
yang digunakan pun merupakan kandang milik kelompok. Kandang disini berfungsi
sebagai :
·
Melindungi ternak dari hewan pemangsa
·
Mencegah agar ternak tidak merusak tanaman
·
Tempat tidur dan istirahat ternak, tempat
makan dan minum ternak
·
Tempat kawin dan beranak
·
Tempat membuang kotoran dan kencing
·
Tempat merawat ternak yang sakit, memudahkan
pengontrolan
Dalam pembangunan kandang harus memiliki persyaratan
kandang sebagai berikut :
·
Kandang harus kuat dan perlu dipelihara sehingga
tidak cepat rusak
·
Kandang harus dibersihkan secara teratur 1-2
minggu sekali agar ternak sehat
·
Pilih penempatan kandang di lahan yang
kering/tidak tergenang air
·
Kandang dibuat jauh dari rumah atau sumur
·
Kandang mendapat sinar matahari langsung yang
merata serta sirkulasi/pergantian udara yang baik
2.
Pemberian Pakan
·
Sapi untuk usaha perbibitan membutuhkan pakan
untuk kebutuhan harian
·
Pakan diperlukan untuk produksi dan
reproduksi
·
Jumlah pakan yang dibutuhkan bervariasi
tergantung status fisiologi ternak
·
Pakan harus mengandung protein, energi,
mineral, serat kasar, vitamin, dan lain-lain
·
pakan diusahakan harus selalu tersedia.
·
bahan pakan dapat berupa hijauan dan
konsentrat. Hijauan diantaranya rumput, daun kacang-kacangan, dan hasil limbah
pertanian.
·
hijauan yang segar biasanya lebih disukai
ternak, tetapi untuk pakan hijauan tertentu sebaiknya dilayukan terlebih dahulu
3.
Menjaga Kesehatan Ternak
·
jika ternak mengalami gangguan kesehatan
perlu segera ditangani.
·
pengobatan dengan obat tradisional lebih
dianjurkan, selain mudah didapat juga lebih murah.
·
jika terpaksa menggunakan obat paten perlu
diperhatikan labelnya dan ikuti petunjuk-petunjuknya dengan hati-hati
·
jangan mencampur obat-obat atau memberikan
obat berkali-kali/sekaligus kecuali atas anjuran dokter hewan
·
pakailah alat suntik dan peralatan lain yang
bersih
·
hubungi dokter hewan terdekat apabila sapi
mengalami gangguan kesehatanyang berat
4.
Pemeliharaan Ternak Pasca Melahirkan
·
Ternak dibersihkan dari kotoran-kotoran darah
·
Anak sapi dirawat dan pusarnya diolesi
larutan yodium
·
Anak sapi harus segera menyusu, bila ada
kesulitan perlu dilatih karena susu induk sebelum 12 jam setelah melahirkan
dapat membentuk kekebalan tubuh.
·
Colustrum buatan : 0,5 lt susu + 1 sdt minyak
ikan + 1 btr telur ayam + 0,5 sdm gula pasir.
4.6. Parameter Produksi
Parameter merupakan indikator dari suatu distribusi hasil
pengukuran. Nilai yang mengikuti sebagai acuan. Keterangan atau informasi yang
dapat menjelaskan batas-batas atau bagian-bagian tertentu dari suatu system. Suatu
parameter adalah kuantitas terukur yang inheren dalam suatu masalah. Syarat
ketercapaian tujuan. Artinya, parameter yang terwujudkan mengindikasikan
ketercapaian tujuan.
Parameter yang digunakan dalam perlakuan berikut ini
adalah berbagai jenis pakan yang diberikan pada ternak dalam jumlah yang berbeda
setiap waktu yang berdampak pada hasil ternak sapi. Adapun hasil pengamatan
yang dilakukan disajikan dalam bentuk tabel.
Tabel
5. Jumlah Dan Variasi Bahan Pakan Yang
Diberikan Kepada Induk Bunting/Kg
No
|
Bahan pakan
|
I
|
II
|
III
|
IV
|
V
|
Rata-rata
|
%
|
Tgl:24/5/13
|
Tgl:25/5/13
|
Tgl:26/5/13
|
Tgl:31/5/13
|
Tgl:1/6/13
|
||||
1
|
Jerami
|
6
|
5.75
|
6.25
|
6.25
|
0
|
4.85
|
21.12
|
2
|
Rumput gajah
|
7.5
|
7.3
|
5.5
|
0
|
7.5
|
5.56
|
24.22
|
3
|
Rumput lapangan
|
8.75
|
8.75
|
7.5
|
7
|
9
|
8.2
|
35.71
|
4
|
Jerami
|
7.5
|
8.25
|
6
|
0
|
0
|
4.35
|
18.95
|
Jumlah pemberian
|
29.75
|
30.05
|
25.25
|
13.25
|
16.5
|
22.96
|
100.00
|
|
Sisa
|
1
|
2
|
2
|
0
|
0
|
1
|
4.36
|
|
Konsumsi
|
28.75
|
28.05
|
23.25
|
13.25
|
16.5
|
21.96
|
95.64
|
Table 7. Jumlah Dan Variasi Bahan Pakan Yang
Diberikan Kepada Ternak Sapi Jantan Muda/Kg
No
|
Bahan pakan
|
I
|
II
|
III
|
IV
|
V
|
Rata-rata
|
%
|
Tgl:24/5/13
|
Tgl:25/5/13
|
Tgl:26/5/13
|
Tgl:31/5/13
|
Tgl:1/6/13
|
||||
1
|
Jerami
|
6
|
5.75
|
6.25
|
6.25
|
0
|
4.85
|
21.12
|
2
|
Rumput gajah
|
7.5
|
7.3
|
5.5
|
0
|
7.5
|
5.56
|
24.22
|
3
|
Rumput lapangan
|
8.75
|
8.75
|
7.5
|
7
|
9
|
8.2
|
35.71
|
4
|
Jerami
|
7.5
|
8.25
|
6
|
0
|
0
|
4.35
|
18.95
|
Jumlah pemberian
|
29.75
|
30.05
|
25.25
|
13.25
|
16.5
|
22.96
|
100.00
|
|
Sisa
|
2
|
3
|
3
|
0
|
0
|
1.6
|
6.97
|
|
Konsumsi
|
28.75
|
28.05
|
23.25
|
13.25
|
16.5
|
21.36
|
93.03
|
Table 8. Jumlah Pakan Yang Diberikan Kepada
Ternak Sapi Jantan Dewasa/Kg
No
|
Bahan pakan
|
I
|
II
|
III
|
IV
|
V
|
Rata-rata
|
%
|
Tgl:24/5/13
|
Tgl:25/5/13
|
Tgl:26/5/13
|
Tgl:31/5/13
|
Tgl:1/6/13
|
||||
1
|
Jerami
|
6
|
5.75
|
6.25
|
6.25
|
0
|
4.85
|
21.12
|
2
|
Rumput gajah
|
7.5
|
7.3
|
5.5
|
0
|
7.5
|
5.56
|
24.22
|
3
|
Rumput lapangan
|
8.75
|
8.75
|
7.5
|
7
|
9
|
8.2
|
35.71
|
4
|
Jerami
|
7.5
|
8.25
|
6
|
0
|
0
|
4.35
|
18.95
|
Jumlah Pemberian
|
29.75
|
30.05
|
25.25
|
13.25
|
16.5
|
22.96
|
100.00
|
|
Sisa
|
2
|
2
|
2
|
0
|
0
|
1.2
|
5.23
|
|
Konsumsi
|
28.75
|
28.05
|
23.25
|
13.25
|
16.5
|
21.76
|
94.77
|
Table
9. Jumlah Pakan Yang Diberikan Kepada Ternak Sapi Induk
No
|
Bahan pakan
|
I
|
II
|
III
|
IV
|
V
|
Rata-rata
|
%
|
Tgl:24/5/13
|
Tgl:25/5/13
|
Tgl:26/5/13
|
Tgl:31/5/13
|
Tgl:1/6/13
|
||||
1
|
Jerami
|
6
|
5.75
|
6.25
|
6.25
|
0
|
4.85
|
21.12
|
2
|
Rumput gajah
|
7.5
|
7.3
|
5.5
|
0
|
7.5
|
5.56
|
24.22
|
3
|
Rumput lapangan
|
8.75
|
8.75
|
7.5
|
7
|
9
|
8.2
|
35.71
|
4
|
Jerami
|
7.5
|
8.25
|
6
|
0
|
0
|
4.35
|
18.95
|
Jumlah Pemberian
|
29.75
|
30.05
|
25.25
|
13.25
|
16.5
|
22.96
|
100.00
|
|
Sisa
|
3
|
3
|
2.5
|
0
|
0
|
1.7
|
7.40
|
|
Konsumsi
|
28.75
|
28.05
|
23.25
|
13.25
|
16.5
|
21.26
|
92.60
|
Pemberian pakan
secara rutin dan sesuai dengan kebutuhan akan memberikan hasil yang baik bagi
produksi ternak sapi. Seperti data diatas pemberian pakan dirasa sesuai dengan
kebutuhan ternak, karena jumlah sisa pakan yang diberikan relative sedikit
bahkan hampir tidak ada. Pemberian pakan tersebut juga berdampak pada hasil
ternak seperti berat, panjang badan, lingkar dada dan tinggi badan ternak sapi.
1.
Penampilan reproduksi
a.
Sistem Perkawinan
Sitem
perkawinan sapi untuk memperoleh keturunan ada dua macam yaitu perkawinan
secara alami (sapi betina yang birahi kawin langsung dengan pejantan) dan
perkawinan buatan yang dikenal dengan inseminasi buatan (IB) atau kawin suntik,
dimana sapi betina yang birahi “disuntik” dengan mani sapi jantan unggul.
(Bambang Setiadi, 2001).
Menurut
Samsul Fikar dan Dadi Ruhyadi (2010) perkawinan alami harus memperhatikan
perilaku seksual induk betina dan jantan. Induk betina mengalami birahi setiap
18 – 22hari sekali, sedangkan jantan tidak tergantung waktu. Masa ovulasi
indukan biasanya terjadi 8 – 12 jam setelah birahi. Inseminasi Buatan (IB)
bertujuan untuk memperoleh sapi yang unggul dari segi kualitas dan kuantitas,
karena semennya berasal dari pejantan yang telah diseleksi. Selain itu, IB
dilakukan untuk menghindari perkawinan sedarah (inbreeding), sehingga tingkat
kecacatan dan penularan penyakit dapat dikurangi.
b.
Lama kebuntingan
Lama
kebuntingan yang dialami oleh ternak sapi biasanya 9 (Sembilan) bulan 10
(sepuluh) hari.
c.
Umur kawin pertama
Ternak
sapi kawin pertama biasanya dikawinkan pada umur 2 (dua) tahun untuk yang
jantan dan yang betina.
d.
Umur beranak pertama
Ternak
sapi yang beranak pertama kalinya biasanya berumur kurang lebih 2-3 tahun.
e.
Umur afkir
Umur
afkir atau ternak yang sudah tidak produktif biasanya berumur 9-10 tahun.
2.
Penampilan Produksi
Tabel 10. Jumlah Ternak Yang Dijual, Disembelih Dan
Pengembalian Dalam Setahun :
Umur
|
Dijual
|
Disembelih
|
Pengembalian
|
Total
|
Anak
|
|
|
|
|
Muda
|
2
|
|
|
2
|
Dewasa
|
|
|
|
|
Jumlah
|
2
|
|
|
|
Dari tabel data diatas,
dilihat bahwa dalam pertahunnya Bapak peternak dapat menjual sapi 2 (dua) ekor.
Analisis keuntungan
serta pendapatan ternak adalah sebagai berikut :
Tabel
11. Rincian Biaya Pakan, Obat-Obatan Dan Tenaga Kerja
Uraian
|
Pemberian Pakan/Kg
|
Biaya (Rp)
|
Jumlah Ternak (Ekor)
|
Biaya/Tahun (Rp)
|
1. Hijauan
|
|
|
|
|
Rumput
|
20
|
300
|
4
|
8.760.000
|
Legume
|
|
|
|
|
2. Konsentrat
|
|
|
|
|
Dedak Padi
|
1
|
1.500
|
2
|
1.095.000
|
Bungkil Kelapa
|
|
|
|
|
Ampas Tahu
|
|
|
|
|
Jagung
|
|
|
|
|
Lainnya
|
|
|
|
|
Jumlah
|
|
|
|
9.855.000
|
1. Obat-Obatan
|
|
20.000
|
4
|
80.000
|
2. Tenaga Kerja
|
|
|
|
|
Jumlah
|
|
|
|
80.000
|
Dari tabel data diatas, dapat dilihat bahwa dalam
setahun peternak dapat mengeluarkan biaya yang cukup banyak.
Tabel 12. Harga Ternak Saat Ini (Per Kg Hidup Atau Ekor)
Jenis kelamin
|
Anak
|
Muda
|
Dewasa
|
Afkir
|
Jantan
|
Rp. 2.000.000/ekor
|
Rp. 6.000.000/ekor
|
Rp. 10.000.000/ekor
|
Rp.2.500/kg
|
Betina
|
Rp.1.500.000/ekor
|
Rp. 4.000.000
|
Rp. 7.000.000/ekor
|
Rp.2.500/kg
|
Dari tabel diatas, diketahui bahwa harga sapi beraneka
ragam. Harga sapi ditentukan dari umur ternak. Semakin umur ternak dewasa maka
harga ternak semakin mahal. Tetapi
ketika umur ternak memasuki afkir atau tidak dapat bereproduksi lagi
harga ternak semakin menurun.
Tabel
13. Biaya Produksi Dan Pendapatan
Komponen
|
Unit/vol
(satuan)
|
Harga
satuan (Rp)
|
Jumlah
(Rp)
|
a. Penerimaan
|
|
|
|
Penjualan
ternak
|
2 ekor
|
7.000.000
|
14.000.000
|
Penjualan
kotoran
|
|
|
|
Ternak
akhir perhitungan
|
2 ekor
|
7.800.000
|
15.600.000
|
Ternak
dipotong
|
-
|
-
|
-
|
Pengembalian
ternak
|
-
|
-
|
-
|
Tenaga
kerja
|
-
|
-
|
-
|
Jumlah penerimaan (A)
|
|
|
19.600.000
|
b. Biaya variabel
|
|
|
|
Bakalan/bibit
|
-
|
-
|
-
|
Pakan
|
4 ekor
|
2.190.000
|
8.760.000
|
Obat-obatan
|
4 ekor
|
20.000
|
80.000
|
Tenaga
kerja
|
-
|
-
|
-
|
Bunga
biaya variabel
|
-
|
-
|
-
|
Perkawinan
ternak
|
2
|
50.000
|
100.000
|
Pertolongan
beranak
|
-
|
-
|
-
|
Lainnya
|
-
|
-
|
-
|
Jumlah biaya variabel (B)
|
|
|
8.940.000
|
Groos margin (A-B)
|
|
|
10.660.000
|
c. Biaya tetap
|
|
|
|
Penyusutan
kandang
|
1 kandang kelompok
|
6.000.000
|
6.000.000
|
Biaya
lainnya
|
-
|
-
|
-
|
Jumlah biaya tetap (C)
|
|
|
6.000.000
|
Total biaya (B+C)
|
|
|
14.840.000
|
Pendapatan bersih (A-B-C)
|
|
|
4.660.000
|
Menurut perhitungan diatas, analisa ekonomi untuk
setiap peternak khususnya ternak Pak Muhdan bisa mendapatkan pendapatan bersih
dalam 1 tahun sekitar Rp. 4.660.000.
Untuk biaya penyusutan kandang dilakukan oleh kelompok. Biaya penyusutan dilakukan
untuk semua peternak di briuk maju. Setiap tahunnya para peternak mengeluarkan
dana masing-masing Rp.200.000/tahun sebagai uang khas ternak. Semua anggota
peternak membuang kotoran ternaknya diselokan yang langsung terhanyutkan oleh
air yang mengalir dari sawah, kotoran tersebut mengalir lagi kesawah-sawah,
tetapi ada juga yang memanfaatkan kotoran tersebut sebagai pupuk kandang. Bibit
didapat dari pemerintah setiap 4 tahun sekali, dan harga umum untuk bibit
sekitar 4.500.000, berhubung untuk kelompok ternak briuk maju baru berjalan
sekitar 5 tahun jadi untuk bibit selanjutnya belum ada. Berhubung ternak milik
pak muhdan adalah milik sendiri, maka pak muhdan tidak mengeluarkan biaya untuk
bakal bibit. Pada waktu tahun pertama pembukaan kelompok tani ternak briuk maju
pada tahun 2008 pak muhdan mendapatkan bibit ternak dari pemerintah yang
berjumlah 1 (satu) ekor. Masing-masing peternak di kelompok ternak briuk maju
mendapatkan masing-masing satu ternak sapi betina. System perkawinan yang
dilakukan yaitu system perkawinan alam dan dengan IB (inseminasi buatan). IB juga
memerlukan biaya, menurut ketua kelompok peternak biaya setiap IB bisa mencapai Rp. 50.000.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Simpulan
Adapun simpulan dari praktikum kali ini
adalah sebagai berikut :
1. Menajemen
pemeliharaan ternak oleh peternak di Kelompok Tani Ternak Beriuk Maju yaitu
memelihara ternak dengan cara dikandangkan dan pemberian pakan secara rutin dan
dilakukan secara continue.
2. Didapat
bahwa pemberian pakan yang rutin dan baik, dapat menghasilkan pertambahan bobot
bada yang relative tinggi.
3. Produksi pakan yang cukup baik dapat
menghasilkan produktivitas ternak yang relative tinggi.
4. Pertambahan
bobot badan, tinggi badan dan panjang badan sangat berpengaruh positif pada
konsumsi pakan yang baik.
5.2.
Saran
Saran saya pada praktikum kali ini
adalah diharapkan para praktikan dapat tertib dan teratur pada saat praktikum
berlangsung dan diharapkan untuk adanya Co. Asst atau asisten sebelumnya agar
praktikan tidak kebingungan dengan apa yang akan dilakukan.
DAFTAR PUSTAKA
Basuki, P. 1998. Dasar Ilmu Ternak
Potong dan Kerja, Jakarta: Cv. Yasaguna.
Clufran.
1976. Korelasi antara berat hidup dengan
lingkar dada, panjang badan dan tinggi gumba sapi Bali kualitas ekspor asal
Lombok, Nusa Tenggara Barat. Skripsi, Fakultas Peternakan, Universitas
Gadjah Mada, Yogyakarta.
Hardjosubroto,
W. 1994. Aplikasi Pemuliabiakan Ternak Di Lapangan. PT. Grasindo, Jakarta.
Maskyadji,
A.S.Z.Z. 1997. Pertumbuhan dan penentuan
output sapi Madura dari Pulau Madura. Tesis, Fakultas Pasca Sarjana,
Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Partodihadjo, Soebadi. 1987. Ilmu Reproduksi Hewan. Jakarta : PT. Mutiara Sumber Widya
Prescott
S. C., Dunn M. 1978. Industrial Microbiology. New York: Mc. Graw Hill
Book. Co. Ltd.
Roche. 1975.
Pengukuran Berat Badan Ternak berdasarkan
Performance. Yogyakarta: Dinas
Peternakan Provinsi DIY.
Saleh,
A.R. 1982. Korelasi antara bobot badan
dengan lingkar dada, lebar dada, tinggi pundak, panjang badan dan dalam dada
sapi Ongole di Pulau Sumba. Karya Ilmiah, Fakultas Peternakan, Institut
Pertanian Bogor, Bogor.
Salisbury, G. W., dan VanDemark, N. L.,
1985. Fisiologi Reproduksi dan Inseminasi Buatan pada Sapi, Gadjah
Mada University Press, Yogyakarta.
Santosa,
undang,1995, Aberdeen angus, trubus.
Santoso, Slamet. 2006. Dinamika Kelompok. Jakarta: Bumi Aksara
Sarwono
dan arianto, 2006, sapi mana yang bisa dipotong, trubus.
Sarwono, B. Dan Arianto, H.2001.
Penggemukan sapi potong secara cepat, Jakarta: PT. Penebar swadaya.
Sarwono,
B.D.1990. Estimasi Bobot Badan Sapi Bali Berdasarkan Ukuran-ukuran
Tubuh.laporan penelitian .unram
Soeparno. 1998. Ilmu dan Teknologi
Daging. Yogyakarta: Gajah Mada University Press
Sosroamidjojo,
M.S, 1980.ternak potong dan kerja.yasaguna
Jakarta
Sosroamidjojo,
M.S, dan soeradji 1986.peternakan umum.yasaguna Jakarta
Sudarma,
I.M,1990.ukuran-ukuran tubuhsapi balidi kab.lombok barat.skripsi fakultas
peternakan universitas mataram
Sudarmo,
A.S dan Y. Bambang sugeng, 2008,Sapi
Potong, Penebar Swadaya, Jakarta: 1060
Sugeng,
Y. B. 2000. Ternak Potong dan Kerja.
Edisi I. CV. Swadaya : Jakarta
Susetyo.
1997. Performance Tubuh Ternak.
Jakarta: Cv.Yasaguna
Toelehere,
M.R., 1985.fisiologi reproduksi pada
ternak.angkasa.bandung.