Jumat, 02 Agustus 2013

ptaktikum manajement ternak potong

LAPORAN PRAKTIKUM

MANAJEMEN TERNAK POTONG DAN KERJA
(Dusun Lekong Siwaq Tanak Beaq Kec. Narmada-Lombok Barat)
 







Oleh:
Ni Made Metri
B1D 211 206

Universitas Mataram
Fakultas Peternakan
2013

KATA PENGANTAR



Puja dan puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan rahmat dan hidayahnya kami dapat menyelesaikan laporan  Manajemen Ternak Potong dan Kerja tepat pada waktunya. Pada dasarnya laporan ini berisi tentang “Menghitung Rata-Rata dan Jumlah Porsentase Pakan Yang Diberikan Kepada Ternak Setiap Hari, Menghitung dan Mengukur Status Faali Ternak Sapi Potong dan Pengukuran Bagian-Bagian Tubuh Ternak Sapi Potong.
Laporan ini terdiri dari 5 (lima) bab. Bab I Pendahuluan, terdiri dari 1. Latar belakang 2. Tujuan dan kegunaan praktikum. Bab II Landasan teori, terdiri dari 1. Sejarah singkat, 2. Nenek moyang bangsa sapi, 3. Jenis-jenis sapi, 4. Produksi sapi potong, 5. Reproduksi sapi potong, 6. Parameter produksi, 7. Penilaian kondisi tubuh, 8. Pendugaan bobot badan, 9. Ransum/pakan ternak potong, 10. Perkandangan ternak potong, 11. Tatalaksana perkawinan. Bab III Metode pengamatan,terdiri dari 1. Materi pengamatan, 2. Variabel yang diamati, 3. Metode praktikum, 4. Cara kerja, 5. Definisi operassional, 6. Analisis data. Bab IV Hasil dan pembahasan, terdiri dari 1. Latar belakang profil ternak, 2. Ciri-ciri khus ternak, 3. Kondisi ternak, 4. Struktur populasi, 5. Tatalaksana pemeliharaan, 6. Parameter produksi, 7. Produktivitas ternak, 8. Analisis usaha ternak. Bab V Penutup, terdiri dari 1. Kesimpulan dan 2. Saran.
Dalam parktikum dan penyusunan laporan ini tidak luput dari bantuan banyak pihak untuk itu pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih. Pertama-tama saya ucapkan terima kasih kepada bapak dosen manajemen ternak potong yang telah membimbing kami dalam paraktikum dan penyusuanan laporan ini. Selanjutnya saya ucapkan termia kassih kepada bapak Muhdan selaku peternak yang telah bersedia dan mengizinkan saya melakukan penelitian terhadap ternak yang ddimilikinya serta tidak lupa saya ucapkan terima kasih pada teman-teman dan pihak lain yang tidak dapat saya sebutkan namanya yang telah membantu saya sehingga parktikum dan penyusuanan laporan ini dapat saya selesaikan dengan sebaik mungkin.
Saya selalu penulis berharap semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi teman-teman semua. Saya juga menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari kesempurnaan untuk itu, kritik dan saran dari Dosen Pembimbing, dan dari teman-teman yang bersifat membangun sangat saya harapkan agar dipenulisan laporan berikutnya bisa menjadi bahan koreksi bagi penulis untuk hasil laporan yang lebih baik. Akhir kata saya ucapkan terima kasih.

                                                                                   
         Mataram, 21 Januari 2013



                                                                                                                        Penulis,





 BAB I PENDAHULUAN
BAB II LANDASAN TEORI
BAB III METODE PENGAMATAN
Lampiran



DAFTAR TABEL


Tabel 1. Waktu Perkawinan yang tepat ……………………………………………………….  15
Tabel 2. Struktur Populasi Responden (ekor)………………………………………………….  23
Tabel 3. Struktur Populasi dan Lingkar dada (cm) serta bobot badan ternak (kg)…………….  24
 Tabel 4. Struktur Populasi dan panjang badan (cm) serta bobot badan ternak (kg)…………..  24
Tabel 5. Struktur Populasi dan tinggi badan (cm) serta bobot badan ternak (kg)……………... 25
Tabel 6. Jumlah dan Variasi Bahan Pakan yang Diberikan Kepada Induk Bunting (kg)……..   28
Tabel 7. Jumlah dan Variasi Bahan Pakan yang Diberikan Kepada Sapi Jantan Muda (kg)….   28
Tabel 8. Jumlah yang Diberikan Kepada Sapi Jantan Dewasa (kg)……………………………  29
Tabel 9. Jumlah Pakan yang Diberikan Kepada ternak sapi induk (kg)……………………….  30
Tabel 10. Jumlah Ternak yang Dijual, Disembelih, dan Pengembalian dalam Setahun……...     31
Tabel 11. Rincian Biaya Pakan, Obat-Obatan, dan Tenaga Kerja…………………………….   32
Tabel 12. Harga Ternak Saat Ini (per Kg hidup atau ekor)…………………………………….  32
Tabel 13. Biaya Produksi dan Pendapatan…………………………………………………….. 33








BAB I

PENDAHULUAN


Ternak potong merupakan salah satu penghasil daging yang memiliki nilai gizi serta nilai ekonomi yang tinggi. Sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk, kebutuhan akan konsumsi daging di Indonesia terus meningkat setiap tahunnya. Peningkatan jumlah konsumsi daging ini tidak diimbangi dengan peningkatan produksi daging didalam negeri, sehingga pemerintah harus mengimpor daging dari luar untuk memenuhi kebutuhan pasar dalam negeri. Rendahnya produksi daging dalam negeri disebabkan oleh banyak hal, diantaranya adalah kurangnya sumber daya manusia yang mengelolahnya.
Ternak-ternak potong yang ada di Indonesia sebagian besar dipelihara bukan semata-mata untuk tujuan produksi daging. Hal ini dikarenakan peternak di Indonesia sebagian besar adalah peternak sambilan. Sehingga ternak yang mereka miliki hanya dipelihara seperlunya saja, tidak sesuai dengan manajemen tatalaksana pemeliharaan ternak potong. Ternak mereka hanya diberi pakan secukupnya, bahkan  kurang dari kebutuhan dari ternak itu, siklus reproduksinya juga kurang diperhatikan. Mereka tidak punya target peningkatan berat badan untuk ternak mereka. Sedangkan untuk peternak di luar negeri, jika mereka memelihara ternak potong, mereka akan benar-benar fokus pada produksi daging dari ternak mereka. Permasalahan rendahnya produksi daging nasional ini menjadi tantangan tersendiri untuk para sarjana peternakan maupun calon sarjana peternakan yang ada di negara ini.
Rencana pemerintah untuk menargetkan swasembada daging pada tahun 2014 bisa saja tercapai jika pihak pemerintah dan peternak serta para sarjana peternakan yang ada diIndonesia bekerja sama dengan baik. Untuk bisa membantu pemerintah mewujudkan swasembada daging nasional, para calon sarjana peternakan terlebih dahulu harus menguasai teknik-teknik untuk bisa mencapai target itu dalam waktu yang cukup singkat. Salah satu yang paling berpengaruh pada produksi daging oleh ternak adalah manajemen tatalaksana pemeliharaan ternak potong. Produksi akan optimal jika manajemen tatalaksana pemeliharaannya  bagus dan sesuai dengan ketentuan yang ada.
Semua orang suka mengkonsumsi daging termasuk daging sapi. Semakin tinggi penghasilan masyarakat biasanya konsumsi daging sapi semakin meningkat. Hal ini disebabkan karena tingkat kemampuan individu untuk membeli daging sapi yang notabene harganya lebih mahal dibandingkan daging ayam dan kambing. Konsumsi daging sapi tidak mengenal musim, pada hari besar keagamaan permintaan daging sapi naik tiga kali lipat.
Permintan terhadap sapi potong dari tahun ke tahun terus meningkat. Sementara itu, pasokan sapi potong dari dalam negeri belum dapat memenuhi semua permintaan yang ada. Keadaan ini tentu membuka peluang usaha bagi siapa saja yang ingin beternak sapi potong. Di Indonesia usaha pembibitan sapi potong tidak sebaik usaha penggemukan. Pasalnya di dalam negeri tidak ada jenis sapi bakalan yang unggul sehingga pemerintah mendatangkan bibit dari luar negeri.
2.1. Tujuan praktikum
Adapun tujuan dari praktikum manajemen ternak ptong ini, yaitu :
1.      Untuk mengetahui informasi tentang penentuan kondisi tubuh ternak dengan menduga bobot badan ternak.
2.      Untuk belajar bermasyarakat terhadap para peternak.
3.      Untuk mengetahui profil peternak.
4.      Untuk mengetahui dan menghitung berapa porsentase ternak mengkonsumsi pakan dalam seharinya.

2.2. Kegunaan praktikum
Adapun kegunaan dari praktikum ini, yaitu :
1.      Mahasiswa-mahasiswi fakultas peternakan unram dapat terjun langsung kelapangan.
2.      Mahsiswa-mahasiswi dapat langsung mengenal para peternak masing-masing dan dapat berbaur dengan masyarakat sekitarnya.



BAB II

LANDASAN TEORI


            Sapi atau lembu adalah hewan ternak anggota suku Bovidae dan anak suku Bovinae. Sapi dipelihara terutama untuk dimanfaatkan susu dan dagingnya sebagai penghasil pangan. Hasil sampingan, seperti kulit, jeroan, dan tanduknya juga dimanfaatkan untuk berbagai keperluan manusia. Di sejumlah tempat, sapi juga dipakai sebagai penggerak alat transportasi, pengolahan lahan tanam (bajak), dan alat industri lain (seperti peremas tebu). Karena banyak kegunaan ini, sapi telah menjadi bagian dari berbagai kebudayaan manusia sejak lama.
            Kebanyakan sapi ternak merupakan keturunan dari jenis liar yang dikenal sebagai Auerochseatau Urochse (dibaca auerokse, bahasa Jerman berarti "sapi kuno", nama ilmiah: Bos primigenius), yang sudah punah di Eropa sejak 1627. Namun demikian, terdapat beberapa spesies sapi liar lain yang keturunannya didomestikasi, termasuk sapi bali yang juga diternakkan di Indonesia.
            Sapi adalah hewan ternak terpenting dari jenis-jenis hewan ternak yang dipelihara manusia sebagai sumber daging, susu, tenaga kerja dan kebutuhan manusia lainnya. Ternak sapi menghasilkan sekitar 50% kebutuhan daging di dunia, 95% kebutuhan susu, dan kulitnya menghasilkan sekitar 85% untuk sepatu. Sapi adalah salah satu genus dari family Bovidae. Ternak atau hewan-hewan lainnya yang termasuk family ini ialah bison, banteng (Bibos), kerbau (Bubalus), kerbau Afrika (Syncherus), dan anoa.
            Penjinakan atau domestikasi sapi, mungkin mulai dilaksanakan 4000 tahun sebelum Masehi. Banyak cendekiawan percaya bahwa bangsa sapi diperkirakan berasal dari asia tengah, kemudian menyebar ke Eropa, keseluruh  kawasan asia lainnya dan ke afrika. Oleh karena hal tersebut di atas, dapat dimengerti bahwa di Amerika, Australia, dan new Zealand yang pada pada saat ini merupakan gudang ternak sapi, tidak terdapat turunan sapi asli, melainkan semua didatangkan,  terutama dari eropa. Hal inilah yang mungkin menyebabkan mereka lebih maju dalam bidang ternak sapi, karena mereka mendatangkan keturunan terbaik dari Negara lain, kemudian memelihara, mengamati, dan memperbaikinya.
            Hingga sekarang, belum diketahui dimana sebenarnya sapi pertama kali dijinakkan. Sesuai dengan perkembangan peradaban bangsa-bangsa di dunia, diduga bahwa sapi-sapi tersebut pertama kali dijinakkan di benua asia.pendekatan atau hubungan awal antara manusia dan sapi diduga karena sapi mencari makan di huma/ lading ketika manusia beralih dari pengembara pencari makan menjadi penghasil bahan makanan yang berasal dari pertanian di lading-ladang.

            Berdasarkan asal-usul dan tempat hidupnya, bangsa sapi yang ada sekarang diturunkan dari 3 golongan BOS :
1.      Golongan Bos Taurus yaitu yang hidup pada daerah iklim sedang.
2.      Golongan Bos Indicus yaitu hidup pada iklim tropis (asia, afrika).
3.      Golongan sondaicus yaitu hidup pada iklim tropis.

1.      Sapi Limousine
            Sapi Limousin kadang disebut juga Sapi Diamond Limousine (termasuk Bos Taurus), dikembangkan pertama di Perancis, merupakan tipe sapi pedaging dengan perototan yang lebih baik dibandingkan Sapi Simmental. Secara genetik Sapi Limousin adalah sapi potong yang berasal dari wilayah beriklim dingin, merupakan sapi tipe besar, mempunyai volume rumen yang besar, voluntary intake (kemampuan menambah konsumsi di luar kebutuhan yang sebenarnya) yang tinggi dan metabolic rate yang cepat, sehingga menuntut tata laksana pemeliharaan lebih teratur. 
            Sapi jenis limousin ini merupakan salah satu yang merajai pasar-pasar sapi di Indonesia dan merupakan sapi primadona untuk penggemukan, karena perkembangan tubuhnya termasuk cepat, bisa sampai 1,1 kg/hari saat masa pertumbuhannya. Sapi lainnya yang juga merajai pasar-pasar sapi adalah Sapi PO dan Sapi Bali.
2.      Sapi Peranakan Ongole (PO)
            Sapi PO (singkatan dari Peranakan Ongole), di pasaran juga sering disebut sebagai Sapi Lokal atau sapi jawa atau sapi putih. Sapi Po ini hasil persilangan antara pejantan sapi sumba ongole (SO) dengan sapi betina jawa yang berwarna putih. Sapi Ongole (Bos Indicus) sebenarnya berasal dari India, termasuk tipe sapi pekerja dan pedaging yang disebarkan di Indonesia sebagai sapi Sumba Ongole (SO). Warna bulu sapi Ongole sendiri adalah putih abu-abu dengan warna hitam di sekeliling mata, mempunyai gumba dan gelambir yang besar menggelantung, saat mencapai umur dewasa yang jantan mempunyai berat badan kurang dari 600kg dan yang betina kurang dari 450kg.
3.      Sapi Bali
            Sapi Bali (Bos Sondaicus) adalah sapi asli Indonesia hasil penjinakan (domestikasi) banteng liar yang telah dilakukan sejak akhir abad ke 19 di Bali, sehingga sapi jenis ini dinamakan Sapi Bali.
Sebagai "mantan" keturunan banteng, sapi Bali memiliki warna dan bentuk persis seperti banteng. Kaki sapi Bali jantan dan betina berwarna putih dan terdapat telau, yaitu bulu putih di bagian pantat dan bulu hitam disepanjang punggungnya. Sapi bali tidak berpunuk, badannya montok, dan dadanya dalam.
            Sapi Bali jantan bertanduk dan berbulu warna hitam kecuali kaki dan pantat. Berat sapi Bali dewasa berkisar 350 hingga 450 kg, dan tinggi badannya 130 sampai 140 cm. Sapi Bali betina juga bertanduk dan berbulu warna merah bata kecuali bagian kaki dan pantat. Dibandingkan dengan sapi Bali jantan, sapi Bali betina relatif lebih kecil dan berat badannya sekitar 250 hingga 350 kg.
Sewaktu lahir, baik sapi Bali jantan maupun betina berwarna merah bata. Setelah dewasa, warna bulu sapi Bali jantan berubah menjadi hitam karena pengaruh hormon testosteron. Karena itu, bila sapi Bali jantan dikebiri, warna bulunya yang hitam akan berubah menjadi merah bata.
            Keunggulan sapi Bali yaitu daya tahan terhadap panas tinggi, pertumbuhan tetap baik walaupun dengan paka yang jelek. Porsentase karkas dan kualitas dagingnya pun baik. Dan reproduksinya dapat beranak setiap tahun.
4.      Sapi Brahman
            Sapi Brahman adalah keturunan sapi Zebu atau Boss Indiscuss. Aslinya berasal dari India kemudian masuk ke Amerika Serikat (AS) pada tahun 1849 dan berkembang pesat disana. Di Amerika Serikat, sapi Brahman ini dikembangkan, diseleksi dan ditingkatkan mutu genetiknya. Setelah berhasil, jenis sapi ini diekspor ke berbagai negara. Dari AS, sapi Brahman menyebar ke Australia dan kemudian masuk ke Indonesia pada tahun 1974.
            Sapi Brahman relatif tahan terhadap penyakit dan mempunyai variasi wana kulit yang beragam dari yang berwarna putih, coklat sampai yang kehitaman, Brahman memiliki kualitas karkas yang bagus. Ciri khas sapi Brahman adalah berpunuk besar dan berkulit longgar, gelambir dibawah leher sampai perut lebar dengan banyak lipatan-lipatan. Telinga panjang menggantung dan berujung runcing. Persentase karkasnya 45-50%. Keistimewaan sapi ini tidak terlalu selektif terhadap pakan yang diberikan, jenis pakan (rumput dan pakan tambahan) apapun akan dimakannya, termasuk pakan yang  jelek sekalipun.
5.      Sapi Simmental
            Sapi Simmental di kalangan peternak populer dengan nama Sapi Mental, dan sebagian peternak atau pedagang sapi kadang salah kaprah dengan menyebutnya sapi limousin, bahkan ada yang menyebut sapi Brahman. Sapi Simmental (juga termasuk Bos Taurus), berasal dari daerah Simme di negara Switzerland (Swiss), namun sekarang berkembang lebih cepat di benua Amerika, serta di Australia dan Selandia Baru (New Zealand). Sapi ini merupakan tipe sapi perah dan pedaging. Sapi jantan dewasanya mampu mencapai berat badan 1150 kg sedang betina dewasanya 800 kg. Secara genetik, sapi Simmental adalah sapi potong yang berasal dari wilayah beriklim dingin, merupakan sapi tipe besar, mempunyai volume rumen yang besar, voluntary intake (kemampuan menambah konsumsi diluar kebutuhan yang sebenarnya) yang tinggi dan metabolic rate yang cepat, sehingga menuntut tata laksana pemeliharaan yang lebih teratur.
6.      Sapi Madura
            Sapi Madura adalah salah satu sapi potong lokal yang asli di Indonesia, pada awalnya banyak didapatkan di Pulau Madura, namun sekarang sudah menyebar ke seluruh Jawa Timur.
Sapi Madura pada mulanya terbentuk dari persilangan antara banteng dengan Bos indicus atau sapi Zebu yang secara genetik memiliki sifat toleran terhadap iklim panas dan lingkungan marginal serta tahan terhadap serangan caplak.
            Karakteristik sapi Madura sangat seragam, yaitu bentuk tubuhnya kecil, kaki pendek dan kuat, bulu berwarna merah bata agak kekuningan tetapi bagian perut dan paha sebelah dalam berwarna putih dengan peralihan yang kurang jelas, bertanduk khas dan jantannya bergumba. Ciri-ciri umum fisik Sapi Madura adalah: Jantan maupun betinanya sama-sama berwarna merah bata, paha belakang berwarna putih, kaki depan berwarna merah muda, tanduk pendek beragam, pada betina kecil dan pendek berukuran 10 cm, sedangkan pada jantannya berukuran 15-20 cm, panjang badan mirip Sapi Bali tetapi memiliki punuk walaupun berukuran kecil.
7.      Sapi Brangus
            Sapi Brangus ini adalah persilangan betina Brahman dan pejantan Aberden Angus. Sapi brangus ini juga merupakan salah satu dari jenis BX (Brahman cross). Ciri-ciri sapi Brangus antara lain warna hitam, leher dan telinga pendek, punggung lurus, badan kompak dan padat, kaki kuat dan kokoh, komposisi darah 5/8 Angus dan 3/8 Brahman. Keunggulan sapi Brangus antara lain tubuh besar dan kompak, pertumbuhannya cepat, berat badan dewasa di atas 900 kg, tahan terhadap iklim tropis dan pakannya sederhana.
8.      Sapi Angus
            Sapi Angus merupakan sapi yang mempunyai tingkat kualitas karkas yang sangat bagus, serta mempunyai ketahanan terhadap penyakit dan merupakan keturunan dari sapi Brahman. Sapi Angus ini masuk ke Indonesia melalui selandia baru. Sapi ini juga mempunyai tingkat produktivitas dalam berkembang biak yang sangat bagus, dimana betinanya mempunyai kemampuan yang sangat bagus untuk berkembang biak dan menyusui anaknya. Sapi angus ini juga merupakan salah satu dari jenis BX (Brahman Cross).
            Bestari et al. (1998) menyebutkan faktor yang memperngaruhi produktivitas ternak adalah faktor intrinsik dan ekstrinsik. Faktor yang paling dominan adalah faktor ekstrinsik yaitu lingkungan yang mencakup sistem pemeliharaan dan kesehatan ternak. Selain itu faktor induk juga mempengaruhi produktivitas karena kemampuan induk membesarkan anak (mothering ability) pada setiap induk tidak sama.
            Hardjosubroto (1994) menyatakan, produktivitas ternak ditentukan oleh dua aspek yaitu penampilan produksi dan penampilan reproduksi. Produktivitas biasanya dinyatakan sebagai fungsi dari tingkat reproduksi dan pertumbuhan.
            Menurut Prescot 8 (1979), secara umum produktivitas seekor ternak ditentukan oleh tiga faktor yaitu genetik, lingkungan, dan umur. Faktor keturunan akan mempengaruhi performa seekor ternak dan faktor lingkungan merupakan pengaruh kumulatif yang dialami oleh ternak sejak terjadinya pembuahan hingga dewasa. Produksi sapi yang baik  akan dihasilkan apabila seekor ternak selain mempunyai genetik yang tinggi, ternak juga memiliki daya adaptasi lingkungan serta tatalaksana yang baik. Produksi ternak sapi potong berhubungan erat dengan performansnya. Performans ternak dapat dilihat dari bobot badan, ukuran tubuh, komposisi tubuh, dan kondisi tubuh. Bobot badan ternak dapat diketahui dengan melakukan penimbangan atau menggunakan alat penduga bobot hidup untuk menggambarkan penampilan produksi seekor ternak. Beberapa ukuran tubuh dapat dijadikan sebagai indikator bobot hidup seperti lingkar dada panjang badan, dan tinggi gumba (Hardjosubroto, 1994).
            Pertumbuhan seekor ternak diartikan sebagai pertambahan bobot badan per satuan waktu, meliputi perubahan ukuran urat daging, tulang, dan organ-organ internal lainnya. Pertumbuhan ternak dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu bangsa ternak, jenis kelamin, jumlah dan kualitas pakan serta fisiologi lingkungan ternak (Soeparno, 1998).  Laju pertumbuhan yang berbeda diantara bangsa dan individu ternak dalam suatu bangsa disebabkan oleh perbedaan ukuran tubuh dewasa. Bangsa ternak yang besar akan lahir lebih berat, tumbuh lebih cepat, dan bobot tubuh lebih berat pada saat mencapai pubertas daripada bangsa ternak yang kecil. Kecepatan pertumbuhan sapi sangat cepat pada tahun pertama setelah sapi mencapai pubertas dan kemudian menurun kembali setelah mencapai dewasa kelamin (Tulloh, 1978).
Menurut Toelihere (1994) reproduksi adalah suatu kemewahan fungsi tubuh yang secara fisiologis tidak vital bagi kehidupan suatu individu tapi sangat penting bagi kelanjutan keturunan suatu jenis atau bangsa hewan. Proses reproduksi ini baru dapat berlangsung setelah hewan mencapai masa pubertas (dewasa kelamin), dimana kejadian ini diatur oleh sistem endokrin (Cole dan Cupps 1977).
Untuk terjadinya proses reproduksi, dimulai dengan aktifitas organ reproduksi. Hewan jantan memiliki organ reproduksi yang meliputi organ kelamin primer atau gonad yaitu testis, organ kelamin pelengkap yang terdiri dari epididimis, duktus deferens, kelenjar vesikularis, kelenjar prostate dan kelenjar bulbouretralis, kemudian dilengkapi dengan organ untuk kopulasi yaitu penis (Noakes 1988).

Hewan betina memiliki organ reproduksi yang terdiri dari organ kelamin primer dan sekunder. Organ kelamin primer mencakup ovarium yang berfungsi untuk menghasilkan ovum dan hormon kelamin betina. Organ kelamin sekunder mencakup saluran reproduksi yang terdiri dari tuba fallopii (oviduct), uterus, serviks, vagina dan vulva yang berfungsi untuk menyalurkan dan menerima sel kelamin jantan atau betina, serta sangat berperan dalam proses kelahiran (Toelihere 1994). Cara mengukur performance reproduksi adalah dengan mengukur angka kebuntingan atau Conception Rate (CR), Service per Conception (S/C) dan Calving Interval (CI) (Salisbury dan Vandemark 1985).

-       Conception Rate (CR)
Menurut Toelihere (1993) angka konsepsi ditentukan oleh tiga faktor, yaitu: kesuburan pejantan, kesuburan betina dan teknik inseminasi. Karena pengaruh ketiga kombinasi tersebut, angka konsepsi dapat mencapai 64%. Dengan teknik inseminasi yang baik dan benar akan mempertahankan nilai tersebut.

-    Service per Conception (S/C)
Nilai S/C diperoleh dari banyaknya servis atau pelayanan IB dibagi dengan jumlah sapi yang bunting (Partodihardjo 1987). Menurut Toelihere (1993) nilai S/C normal berkisar antara 1,6 – 2,0. Menurut Vandeplassche (1982) nilai S/C yang rendah sangat penting dalam arti ekonomis, baik dalam perkawinan alam maupun melalui IB. Nilai S/C dianggap tidak baik apabila melebihi angka 2,0 karena hal ini menunjukan gambaran reproduksi yang tidak efisien dan akan merugikan secara ekonomis.
-    Calving Interval (CI)
Calving Interval (CI) adalah jarak antara dua kelahiran yang berurutan yang dapat dihitung dengan menjumlahkan lama kebuntingan dan jarak dari melahirkan sampai terjadi konsepsi kembali (Vanderplassche 1982). Vanderplassche melanjutkan bahwa jarak optimum untuk CI sapi adalah 12 bulan. Efisiensi yang buruk ditandai dengan interval kelahiran yang lebih panjang.
Koefisien Teknis (KT). Koefisien Teknis adalah angka standar yang mematuhi kaidah yang sudah ditentukan yang dapat dipergunakan untuk menghitung suatu besaran yang bersifat linear, luas bidang, volume, jumlah berat, dan berbentuk persentase. Ukuran linear (m dan cm), ukuran berat (kg dan ton), ukuran volume (l dan cc), ukuran luas (m² dan ha), ukuran waktu (jam, hari, minggu, bulan, dan tahun), ratio antara sumber daya ”feed egg ratio” dan “Feed Ratio”). Pada dasarnya, nilai koefisien teknis merupakan asumsi berdasarkan pertimbangan faktor lingkungan dan teknologi di suatu lokasi. Misalkan “Net Calf Crop” saja, yaitu angka kelahiran sapi setelah dikurangi persentase kematian adalah 100 % Ini berarti bahwa setiap induk sapi akan melahirkan satu ekor anak setiap tahun, tidak ada kematian dan semua anak sapi ini diharapkan dapat dibesarkan. Di samping itu, ada juga jenis koefisien teknis (“Sex Ratio”, umur awal, umur pasar, dan umur afkir). Penyusun proyeksi kelahiran, penjualan, dan sisa ternak di akhir masa proyeksi ternak bibit, memerlukan koefisien teknis sebagai berikut ini:
a. Umur awal induk dan jantan, untuk menentukan pada tahun berapa ternak diafkir.
b. Umur pasar betina bibit dan jantan muda (bibit) untuk menentukan penjualan setiap tahun.
c. “Sex Ratio”, yaitu jumlah anak jantan berbanding jumlah anak betina, untuk menentukan jumlah jantan dan betina pada setiap kelahiran dan direncanakan.
d. “Net Calf Crop” yang ditentukan berdasarkan kondisi lingkungan pada lokasi yang direncanakan. 
Umur ternak bibit adalah umur awal ternak sapi potong (bakalan), yaitu umur 2 tahun dan umur afkir ternak sapi potong adalah 10 tahun. Koefisien Teknis (KT) lain yang merupakan pembatas dan menentukan jumlah awal yang dihasilkan sebelum induk dijual adalah lamanya masa kebuntingan dan lamanya induk kering kandang (masa antara mengasuh anak dan dikawinkan lagi). Masa bunting dan masa kering kandang sebelum dikawinkan lagi selama 12 bulan (masa bunting 9 bulan + 3 bulan masa kering kandang). Umur awal, berat awal, dan masa penggemukan sapi secara berturutan adalah 18 bulan, 150 kg, dan 6 – 8 bulan. Pertambahan berat badan harian sapi Bali berkisar antara 0,30 – 0,40 kg/ekor/hari. Koefisien teknis usaha penggemukan ternak sapi, kerbau, kambing, dan babi yang perlu diperhatikan adalah :
- Umur awal ternak,
- Berat badan awal ternak,
- pertambahan berat badan harian ternak,
- masa penggemukan ternak, dan
- berat badan ternak yang diinginkan pasar/berat pasar
Bobot badan seekor sapi hanya dapat diketahui secara tepat melalui cara penimbangan, namun dalam situasi dan kondisi tertentu, terutama dibutuhkan cara lain yang dianggap praktis untuk mengestimasi bobot badan seekor ternak. Beberapa penelitian telah melaporkan adanya hubungan antara dimensi ukuran tubuh pada sapi dengan antara dimensi ukuran tubuh pada sapi dengan bobot badannya, sehingga dihasilkan suatu formula untuk mengestimasi bobot badan pada umur dan jenis kelamin tertentu (Sumadi et al., 2001; Maskyadji, 1997; Clufran, 1976; Saleh, 1982).
Mengukur panjang badan dapat dilakukan dengan cara menempatkan tongkat ukur bagian permanen dibagian depan tulang persendian pada kaki depan dan cara membacanya harus lurus, sehingga pengukuran yang dilakukan akurat (Susetyo, 1977).
Lingkar dada pada ternak menunjukkan berat badannya, di mana semakin panjang lingkar dadanya maka semakin berat bobot badan ternak tersebut dan sebaliknya semakin pendek lingkar dada suatu ternak maka berat badan ternak tersebut ringan atau ternak tersebut kurang sehat/ kurus (Roche, 1975)
Penilaian ternak perlu dilakukan untuk menilai seekor ternak yang memiliki kapasitas berreproduksi dan produksi serta tingkat kesehatan yang normal sesuai dengan bangsa ternak dan daya beradaptasi pada suatu lingkungan tertentu. Didalam praktek ilmu tilik ternak digunakan untuk memilih seekor ternak untuk tujuan tertentu seperti tipe potong/kerja/daging, tipe perah, dan tipe dwiguna.
Penentuan kualitas atau kondisi dari suatu ternak harus memperlihatkan hal-hal sebagai berikut :
1.    Konstitusi tubuh
Konstitusi tubuh merupakan imbangan dari bagian-bagian tubuh ternak, dengan cara membandingka bentuk-bentuk dari suatu bagian. Letak bagian tersebut dibandingkan dengan bentuk yang umum, serta dibandingkan hubungannya dengan bagian lain.
2.    Temperamen
Temperamen adalah sikap atau tingkah laku alami dari seekor ternak, sekaligus menyangkut juga kemungkinan ada atau tidaknya penyakit atau cacat tubuh yang terdapat pada seekor ternak. Perbedaan temperamen dapat menyebabkan perbedaan pula di dalam mengelola ternak-ternak tersebut supaya ternak mampu memberikan produksi secara maksimal.
3.    Kondisi Tubuh
Kondisi tubuh yaitu keadaan sehat atau tidaknya, gemuk atau kurusnya, cacat tubuh atau tidaknya suatu ternak baik cacat genetik maupun cacat yang bersifat mekanik. Kondisi ternak sangat berpengaruh secara langsung terhadap kemampuan untuk berproduksi secara maksimal.

Ukuran-ukuran tubuh mempunyai korelasi (hubungan) yang cukup erat dengan bobot badan. Rumus penentuan berat badan sapi berdasar ukuran tubuh bertolak dari anggapan bahwa tubuh ternak sapi berupa tong. Oleh karena itu, ukuran tubuh yang digunakan untuk menduga bobot tubuh biasanya adalah panjang badan dan lingkar dada. Rumus yang telah dikenal adalah rumus Schoorl yang mengemukakan  pendugaan bobot ternak sapi berdasarkan lingkar dada sebagai berikut :
·         Bobot badan (kg) =   (lingkar dada (cm) + 22)2
                                                100
Rumus lain diturunkan oleh Winter yang telah menggunakan lingkar dada dan panjang badan dalam pendugaannya. Rumus itu sebagai berikut :
·         Bobot badan (lbs) =  Lingkar dada (inchi)2 x Panjang badan (inchi)
                                                     300
Rumus Denmark yang menggunakan lingkar dada dalam satuan cm. rumus itu sebagai berikut :
·         Bobot badan (kg) = (Lingkar dada (cm) + 18)2
                                                100
Rumus winter yang telah diubah oleh Arjodarmoko yaitu sebagai berikut :
·         Bobot badan (kg) = [Lingkar dada (cm)]2 x Panjang badan (cm)
                                                            104
Metode visual adalah suatu metode yang digunakan untuk menafsir berat badan dengan melihat, mengamati keadaan sapi dengan baik, kemudian kita menafsir berat sapi tersebut. Metode ini perlu kejelian dan latihan yang banyak supaya taksirannya hampIr mendekati benar. Dan juga metode ini banyak dipakai oleh para pedagang hewan (Buffran,1986).
Kebanyakan dari ruminansia memakan hijauan dan rerumputan sebagai pakan utamanya. Kemudian sering pula ditambahkan konsentrat, untuk menambah kebutuhan unsure gizi yang kurang dari sumber hijauan dan rerumputan tadi. Sedangkan untuk monogastrik pakan utamanya adalah campuran dari biji – bijian dan sumber hewani yang dipadukan menurut kebutuhan nilai gizinya (Muhammad Rasyaf, 1990).
Sedangkan menurut Bambang Setiadi (2001) dinyatakan bahwa pemberian garam sangat dianjurkan dan harus dibarengi dengan penyediaan air minum secukupnya. Ingat pemberiannya jangan dicampurkan pada air minum, tetapi dicampur dengan konsentrat. Jumlah pemberian garam pada sapi dewasa 6 – 8 gram/100 kg berat badan, dan pada sapi muda lebih kurang 9 gram/100 kg berat badan. Untuk lebih amannya sediakan garam dapur bata yang diikat pada tiang kandang. Jadi bila sapi tersebut kekurangan akan menjilatinya sendiri.
a.        Persyaratan Teknis Kandang
·          Letak Dan Arah Kandang
Menurut pengalaman penulis di lapangan, pertumbuhan bobot badan sapi dengan kandang (bagian kepala sapi) yang menghadap ke timur lebih baik dibandingkan dengan sapi yang kandangnya menghadap arah lain. Hal ini berarti, jika membangun kandang tunggal sebaiknya dibuat menghadap ke timur. Namun, jika ingin dibangun kandang ganda, buat membujur utara – selatan
·         Ukuran Kandang
Ukuran kandang harus disesuaikan dengan ukuran tubuh sapi dan jenis kandang yang digunakan, apakah kandang individu atau kandang kelompok. Umumnya, kebutuhan luas kandang sapi per ekor sekitar 1,5 x 2,5 m, 1,5 x 2 m, atau 1 x 1,5 m. Apapun jenis kandang yang dibuat – kandang kelompok atau kandang individu – peternak harus memenuhi kebutuhan luas kandang per ekor tersebut
·          Konstruksi Kandang
Konstruksi kandang harus kuat serta terbuat dari bahan yang ekonomis dan mudh diperoleh. Di dalam kandang harus ada drainase dan saluran pembuangan limbah yang mudah dibersihkan. Tiang kandang sebaiknya dibuat dari kayu berbentuk bulat agar lebih tahan lama dibandingkan dengan kayu berbentuk kotak. Selain itu, kayu bulat tidak akan melukai tubuh sapi, berbeda dengan kayu kotak yang memiliki sudut tajam
Ø  Lantai
Lantai kandang sapi biasanya dibuat dari bahan semen atau tanah yang dipadatkan dan dibuat lebih tinggi dari lahan sekitarnya. Lantai bisa dialasi jerami, karpet, kayu datar, papan atau serbuk gergaji. Pemberian alas bertujuan agar kakidan tubuh sapi tidak terluka terkena lantai semen yang kasar. Pemberian alas juga membuat kaki dan tubuh sapi tidak mudah kotor serta tidak cepat rusak akibat tergerus kaki sapi. Lantai kandang harus kuat, tidak licin, dan dibuat dengan kemiringan 15 derajat ke arah selokan di belakang sapi untuk mempermudah penampungan kotoran sapi dan pakan yang jatuh
Ø  Dinding
Dinding kandang tidak boleh tertutup seluruhnya, harus dibuat terbuka sebagian agar sirkulasi udara di dalam kandang lancer. Bahan yang digunakan sebagai dinding bisa berupa tembok beton, papan, kayu, bambu dan bilik bambu. Kadang, dinding kandang hanya berupa tempat minum dan tempat pakan yang dibuat setinggi 0,5 – 1 meter dari permukaan tanah
Ø  Atap
Atap kandang bisa terbuat dari bahan asbes, genting, rumbia atau seng. Kandang untuk sapi potong bisa menggunakan atap dari asbes karena sapi potong lebih tahan terhadap panas. Kandang sapi juga boleh tidak menggunakan atap alias terbuka. Kandang terbuka yang beratapkan langit ini biasanya digunakan untuk memelihara sapi bunting atau bakalan yang baru datang di peternakan. Kandang seperti ini membantu betina bunting untuk berlatih agar proses melahirkan bisa lancar.
Ø  Lorong
Di kandang individu, biasanya terdapat lorong di tengah kandang sebagai area lalu lintas peternak atau pekerja untuk memberi pakan atau member minum sapi. Lorong ini biasanya berkuran 0,5- 1 meter dan dibuat dari bahan semen. Lantai semen sebaiknya diberi corak garis – garis agar tidak licin
Ø  Selokan
Selokan berfungsi sebagai tempat pembuang kotoran. Selokan biasanya dibuat dengan lebar 20 – 30 cm dan kedalaman 10 – 20 cm. Selokan ini dibuat di dalam kandang di bagian ekor sapi, baik itu di kandang tunggal maupun kandang ganda. Tujuannya, agar pekerja mudah membersihkan kotoran dan urine sapi
Ø  Bak Pakan dan Minum
Bak pakan dan bak air minum di depan kandang dengan perbandingan 2: 1, artinya, jika panjang bak pakan satu meter, maka panjang bak air minum setengah meter. Tempat pakan dan air minum ini dibuat dari bahan semen atau papan kayu dengan dasar rapat agar pakan tidak mudah tercecer. Tempat minum tidak boleh bocor dan harus mudah dibersihkan.
a.        Sistem Perkawinan
Sitem perkawinan sapi untuk memperoleh keturunan ada dua macam yaitu perkawinan secara alami (sapi betina yang birahi kawin langsung dengan pejantan) dan perkawinan buatan yang dikenal dengan inseminasi buatan (IB) atau kawin suntik, dimana sapi betina yang birahi “disuntik” dengan mani sapi jantan unggul. (Bambang Setiadi, 2001).
 Menurut Samsul Fikar dan Dadi Ruhyadi (2010) perkawinan alami harus memperhatikan perilaku seksual induk betina dan jantan. Induk betina mengalami birahi setiap 18 – 22hari sekali, sedangkan jantan tidak tergantung waktu. Masa ovulasi indukan biasanya terjadi 8 – 12 jam setelah birahi. Inseminasi Buatan (IB) bertujuan untuk memperoleh sapi yang unggul dari segi kualitas dan kuantitas, karena semennya berasal dari pejantan yang telah diseleksi. Selain itu, IB dilakukan untuk menghindari perkawinan sedarah (inbreeding), sehingga tingkat kecacatan dan penularan penyakit dapat dikurangi. 
b.      Waktu Mengawinkan Yang Paling Tepat
Sapi betina yang masa birahinya hanya pada waktu – waktu tertentu jangan dilewatkan begitu saja, kita sebaiknya mengawinkan sapi pada waktu yang tepat, sehingga kita tidak perlu beberapa kali mengawinkan.
Tabel 1. Waktu Perkawinan Yang Tepat
No
Waktu Birahi
Saat mengawinkan yang baik
Terlambat
1
Pagi sampai pukul 10.00
Siang – sore hari itu juga
Besok pagi harinya
2
Siang sampai pukul 13.00
Sore hari dan masih bisa besok paginya
Besok paginya lebih dari pukul 08.00
3
Sore atau malam hari
Malam hari itu juga keesokan harinya sampai pukul 10.00
Besok paginya bila lebih dari pukul 10.00
 (Bambang Setiadi, 2001).
c.       Kerugian Perkawinan Terlalu Awal
Perkawinan yang dilakukan terlalu awal akan membawa dampak kerugian sebagai berikut:
-          Induk menjadi kerdil
-          Terjadi kesulitan saat melahirkan
-          Anak yang dilahirkan sering kurang sehat
Menunda perkawinan terlalu lamapun akan rugi, karena ada kemungkinan penimbunan lemak pada sekitar indung telur yang mengganggu proses pembentukan sel telur (Bambang Setiadi, 2001).



BAB III

METODE PENGAMATAN


      Materi pengamatan atau sampel yang digunakan dalam praktikum ini yaitu berjumlah  4 (empat) ekor sapi. Dalam praktikum ini juga melibatkan beberapa alat yang harus digunakan, yaitu :
1.      Tongkat ukur
2.      Pita ukur
3.      Meteran dan,
4.      Alat tulis

            Variabel merupakan suatu obyek yang diamati oleh seseorang. Variabel terbagi menjadi 3 (tiga) kelompok, yaitu :
1.      Variabel Bebas          :  Pakan Yang Dikonsumsi Ternak
2.      Variabel Terikat         :  Pertambahan Parameter Tubuh Ternak
3.      Variabel Konrtol        :  Peternak
dapun variabel yang diamati dalam praktikum ini yaitu sebagai berikut :
1.               Jumlah dan variasai bahan pakan yang diberikan kepada ternak sapi jantan dan betina.
2.               Struktur populasi dan lingkar dada (cm) serta bobot badan ternak (kg)
3.               Struktur populasi dan panjang badan (cm) serta bobot badan ternak (kg)
4.               Struktur populasi dan Tinggi Badan (cm) serta bobot badan ternak (kg)
5.               Menghitung jumlah rata-rata pemberian pakan perhari, dan
6.               Menghitung porsentase konsumsi pakan terhadap ternak dalam perhari.

Untuk mengkaji tentang materi praktikum manajemen, maka dilakukan pengambilan data dengan 2 metode, yaitu :



1.      Metode survey
Melalui metode ini dapat diperoleh data langsung mengenai keadaan manajemen pemeliharaan (jenis sapi, perkandangan, ransum, perkawinan, dan pengolahan kotoran)  karena penulis mengamati secara langsung pada peternakan yang dituju.
2.      Metode Wawancara
Untuk menyempurnakan informasi yang didapat dari pengamatan langsung maka dilaksanakan kegiatan wawancara dengan Bapak Muhdan selaku peternak dan Bapak Wahidi selaku ketua kelompok ternak briuk maju yang lebih mengetahui tentang seluk beluk manajemen pemeliharaan sapi setiap harinya. Wawancara ini dlakukan selama 2 minggu yaitu pada tanggal  9 mei 2011 dan 18 mei 2013.
Dari data yang diperoleh maka dapat dijadikan bahan penyusunan laporan sebagai hasil akhir praktikum yang telah dilaksanakan.

Dalam praktikum ini adapun langkah-langkah yang harus dilakukan, yaitu :
1.      Quisioner pertama
·         Langkah pertama yang dilakukan yaitu perkenalan diri terhadap peternak masing-masing.
·         Langkah kedua yang dilakukan yaitu betanya atau mewawancarai langsung kepada peternak, menanyai hal-hal yang bersangkutan pada ternak dan latar belakang keluarganya.
·         Langkah ketiga yang dilakukan yaitu melakukan pengukuran terhadap lingkar dada ternak, panjang badan ternak dan penimbangan bobot badan ternak.
·         Langkah keempat melakukan perhitungan analisa ekonomi usaha ternak.
2.      Quisioner kedua
·         Langkah pertama yaitu melakukan penimbangan pakan ternak setiap pagi, siang dan sore.
·         Penimbangan pakan dilakukan selama 5 (lima) hari (tidak berturut-turut).
·         Membersihkan kandang setiap pagi dan disore hari.
·         Pembersihan kandang dilakukan setiap hari jumat, sabtu dan minggu, pembersihan dihari lain dikerjakan oleh peternak sendiri.
·         Menimbang sampel (sisa pakan) dipagi hari.
·         Penimbangan sampel dilakukan setiap pagi.
·         Menghitung total, rata-rata, sisa pakan dan persentase jumlah pemberian pakan terhadap ternak setiap harinnya.
            Perlakuan pada saat praktikum di lekong siwak desa tanak beak kecamatan narmada-lombok barat dilakukan oleh masing-masing praktikan. Pada quisioner pertama kami saling membantu satu sama lain pada saat penimbangan dan pengukuran ternak. Dilokasi praktikum kami juga melakukan pengukuran panjang badan ternak, lingkar dada, dan penimbangan bobot badan ternak. Pada quisioner kedua kami melakukan penimbangan pakan ternak dan mengambil sampel (sisa pakan) di pagi hari selama 5 (lima) hari dan membersihkan kandang.
                                            i.            Pengukuran :
v  Panjang badan yaitu diukur dengan mistar ukur dari sendi bahu sampaitonjolan tulang duduk (tuber osichii).
v  Tinggi badan yaitu diukur dengan mistar ukur dari bidang datar sampai titik tertinggi gumba.
v  Lingkar dada yaitu diukur dengan melingkarkan pita ukur pada tulang iga kanan dan kiri, tepat pada sternum ketiga atau keempat.
v  Bobot badan yaitu merupakan berat badan dari ternak itu sendiri.

                                          ii.            Pada definisi operasional ini dijelaskan sebagai berikut :
a.       Struktur populasi ternak :
Jumlah ternak bapak Syamsul hakim sebanyak 2 ekor, yang masing-masing berjenis kelamin  ekor betina dewasa berumur 4 tahun dan 1 ekor anakan betina berumur 7 bulan dengan kondisi fisik masing-masing Gemuk dan dalam keadaan sehat.
b.      Populasi dasar :
Pada awalnya bapak Syamsul hakim memiliki 1 ekor indukan yang diberikan oleh pemerintah pada umur 1 tahun untuk dikadaskan.
c.       Service per Conception (S/C) :
Ternak mengalami kebuntingan setelah di kawinkan sebanyak ± 3 kali.
d.      Angka kelahiran (Calf crop/calving rate) :
Jumlah kelahiran pertahun =   x 100% = 100 %



e.       Panen pedet :
Jumlah angka kelahiran untuk pedet =   x 100% = 100 %
f.       Jangka beranak (Calving Interval) :
Jarak beranak ternak = lama kebuntingan 9,5 bulan + 2 bulan lama ternak di kawinkan = 11,5 bulan.
g.      Umur produktif :
Umur produktif ternak = 9 tahun masa afkir – 2 tahun ternak pertama kali dikwinkan = 7 tahun.
h.      Lama digunakan dalam pembiakan :
-          9 tahun masa afkir – 2 tahun ternak pertama kali dikwinkan = 6 tahun.
-          2 – ( 1 x 10) + 3 = 5 – (10) + 3 = 12
i.        Angka Kemajiran :
Angka kemajiran ternak bapak Syamsul hakim adalah 0.
j.        Umur Afkir :
-          2 – ( 1 x 11,5) + 2 = 2 – (11,5) + 2 = 7,5  jadi umur afkir ternak bapak syamsul hakim adalah 7,5 tahun
k.      Angka kematian :
Angka kematian =   
l.        Pertumbuhan alami / naturan increase (NI) :
Selisih antara angka kelahiran dengan angka kematian = 2 – 1 = 1
m.    Net Replecament Rate (NRR) :
Jumlah ternak betina yang lahir dibagi dengan jumlah betina pengganti = .
n.      Service period (days open/heat period) :
Waktu yang dibutuhkan sejak melahirkan sampai pada perkawinan kembali yaitu 21 hari setelah melahirkan tetapi mengalami kebuntingan kembali setelah 3 kali perkawinan.
o.      Non return rate :
Ternak yang dimiliki oleh bapak Syamsul Hakim mengalami kebuntingan setelah 3 kali perkawinan.





6.      Analisa Data (menghitung rata-rata dan persentase)
            Analisis data yang digunakan dalam perlakuan pemberian pakan kepada ternak selama 5 (lima) hari menggunakan analisis deskriptif. Analisis deskriptif yang digunakan adalah menghitung rata-rata dan persentase  jumlah pakan yang dikonsumsi oleh ternak setiap harinya.

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN


            Nama, Bapak Muhdan yang bertempat tinggal di Dusun Lekong Siwak Tanak Beak Kecamatan Narmada-Lombok Barat. Bapak Muhdan memelihara 4 (empat) ekor sapi yang terdiri dari 2 (dua) jantan dan 2 (dua) betina. Bapak Muhdan masuk dalam Kelompok Tani Ternak Briuk Maju Dusun Lekong Siwak Tanak Beak Kecamatan Narmada Lombok-Barat pada tahun 2009. Bapak Muhdan kini berumur 42 tahun dan memiliki pekerjaan sebagai petani dan petani penggarap. Pekerjaan sampingannya yaitu sebagai peternak. Bapak Muhdan memiliki tanggungan keluarga 4 (empat) orang dalam satu keluarga. Bapak Muhdan memiliki tujuan untuk beternak yaitu untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Dalam usahanya beternak bapak Muhdan telah berpengalaman selama 4 (empat) tahun. Sapi yang dimiliki oleh bapak muhdan yaitu bangsa sapi bali dan silangan dari limousin.  Bapak Muhdan juga memiliki motivasi dalam beternak yaitu karena merupakan sumber penghasilan keluarga dan sebagai tabungan di hari kelak.
            Dalam keseharian, Bapak Muhdan sibuk di sawah dan di kandang. Bapak Muhdan biasanya memberikan pakan kepada ternak setiap 3 (tiga) kali sehari. Aneka pakannya pun beragam. Jika dipagi hari menunya jerami maka disiang harinya rumput gajah, dan disore harinya rumput lapangan dan jerami. Menu pakan ternaknya pun bergilir setiap harinya. Bapak muhdan biasa berangkat ke sawah pada jam 07.00 pagi dan memberikan pakan ternak pada jam 08.00.
            Kesibukan Bapak Muhdan pun beragam, terkadang sibuk disawah, terkadang sibuk dikandang dan juga terkadang sibuk dirumah. Bapak Muhdan dengan dua orang anak, hidup sebagai petani dan peternak.

Ciri-ciri ternak yang dimiliki oleh peternak, yaitu :
1.      Warna sapi betina merah bata, berbulu halus dan jinak, memiliki warna putih tepat dikakinya, memiliki garis hitam tepat di tulang punggungnya.
2.      Warna sapi jantan hitam, memiliki mata yang bersinar, kaki yang kokoh, dan jinak. Sapi jantannya ada juga yang berwarna merah bata, yaitu Sapi Limousin.

            Pada saat pengamatan yang dilakukan oleh praktikan dikelompok tani ternak briuk maju didapatkan data bahwa kondisi tubuh ternak sapi yang dimiliki oleh Bapak Muhdan berkondisi, sebagai berikut :
1.      Kondisi Kesehatan Ternak Berdasarkan Pengamatan.
o   Kondisi mata                     : bersinar, tidak mengeluarkan air mata dan bersih.
o   Warna hidung                   : hitam mengkilat.
o   Pernapasan/respirasi          : memiliki respirasi yang stabil, namun respirasi ternak akan mengalami hembusa yang tidak teratur  ketika kondisi ternak sedang strees atau ketakutan.
o   Kehalusan bulu                 : licin dan berbulu halus.
o   Detak jantung                   : detak jantung ternak sapi rata-rata 99kali/menit.
o   Konsistensi feces              : hijau tua dan kecoklatan.
o   Kondisi tubuh ternak        : gemuk dan sedang
2.      Riwayat Kesehatan Ternak.
            Dalam pengamatan pada saat praktikum, didapatkan data bahwa ternak sapi yang dimiliki Bapak Muhdan tidak terserang  penyakit yang hingga mengakibatkan kematian ternak. Tetapi ketika ternak masih dalam masa pertumbuhan yang baru berumur sekitar 2-3 bulan, mudah terserang penyakit. Penyakit tersebut yaitu cacingan.

Tabel 2. Struktur Populasi Responden (Ekor)
Umur Fidiologis
Jantan
Betina
Jumlah
Ciri-Ciri
Anak Menyusui
-
-
-
-
Anak Sapihan
-
-
-
-
Muda
1
-
1
Mata Bersinar, Bulu Halus Dan Panjang
Dewasa
1
2
3
Gemuk, Mata Bersinar Dan Bulu Halus
Jumlah Kepemilikan
2
2
4

 Dari hasil tabel data pengamatan diatas didapatkan bahwa jumlah dalam satu populasi terdapat 4 (empat) ekor ternak sapi.


Tabel 3. Struktur Populasi Dan Lingkar Dada (cm) Serta Bobot Badan Ternak/(kg)
No
Uraian
Lingkar dada
Tgl Lahir/ Umur
Bobot Berdasarkan Tabel
I(tgl:       )
II(tgl:       )
III(tgl:      )
IV(tgl:      )
1
Pedet jantan
-
-
-
-
-
-

Pedet betina
-
-
-
-
-
-
2
Menyusui jantan
-
-
-
-
-
-

Menyusui betina
-
-
-
-
-
-
3
Sapihan jantan
-
-
-
-
-
-

Sapihan betina
-
-
-
-
-
-
4
Muda jantan1
128/182
128/182
129/186
129/186
11 bulan
136

Muda jantan2
148/257
148/257
149/264
149/264
2 tahun
201

Muda betina
-
-
-
-
-
-
5
Induk menyusui
150/271
150/271
151/276
151/276
3 tahun
208

Induk bunting
152/280
154/296
154/296
155/303
4 tahun
224

No
Uraian
Panjang badan
Tgl Lahir/ Umur
Bobot Berdasarkan Tabel
I(tgl:       )
II(tgl:       )
III(tgl:      )
IV(tgl:      )
1
Pedet jantan
-
-
-
-
-
-

Pedet betina
-
-
-
-
-
-
2
Menyusui jantan
-
-
-
-
-
-

Menyusui betina
-
-
-
-
-
-
3
Sapihan jantan
-
-
-
-
-
-

Sapihan betina
-
-
-
-
-
-
4
Muda jantan
93
93
94
95
11 bulan
136

Muda betina
128
129
129
129
2 tahun
201
5
Induk menyusui
119
120
120
120
3 tahun
208

Induk bunting
138
139
139
141
4 tahun
224
Tabel 3. Struktur populasi dan panjang badan (cm) serta bobot badan ternak




Tabel 4. Struktur populasi dan tinggi badan (cm) serta bobot badan ternak (kg)
No
Uraian
Tinggi badan
Tgl Lahir/ Umur
Bobot Berdasarkan Tabel
I(tgl:       )
II(tgl:       )
III(tgl:      )
IV(tgl:      )
1
Pedet jantan
-
-
-
-
-
-

Pedet betina
-
-
-
-
-
-
2
Menyusui jantan
-
-
-
-
-
-

Menyusui betina
-
-
-
-
-
-
3
Sapihan jantan
-
-
-
-
-
-

Sapihan betina
-
-
-
-
-
-
4
Muda jantan
99
99
100
102
11 bulan
136

Muda betina
107
108
108
109
2 tahun
201
5
Induk menyusui
113
113
114
114
3 tahun
208

Induk bunting
108
119
110
110
4 tahun
224

Berdasarkan data yang ada, ternak yang diberi makan secara teratur dengan jumlah pakan yang tetap akan berpengaruh pada perubahan lingkar dada, panjang badan, tinggi badan serta bobot badan ternak. Hal ini terlihat dari rata-rata jumlah pakan yang diberikan setiap harinya yaitu 25,46kg/hari. Pada setiap ternak memiliki perubahan lingkar dada, panjang badan dan tinggi badan yang relative sama yakni sekitar 1-2 cm selama dilakukan pengukuran.
Tatalaksana pemeliharaan sapi diantaranya termasuk juga program kesehatan ternak adalah suatu program penjagaan kesehatan ternak secara terpadu dalam suatu usaha peternakan, baik yang menyangkut hewannya sendiri, seperti juga pada sapi maupun pengaturan faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan, hingga usaha peternakan dapat dilaksanakan secara serasi, dan tujuan beternak dapat memenuhi prinsip ekonomi secara optimal. Manajemen kesehatan ternak menjadi hal yang penting dalam usaha peternakan komersial untuk mencapai keuntungan yang setinggi-tingginya. Hal ini didukung oleh kesehatan sapi, lingkungan dan produknya. Mencegah datangnya penyakit jauh lebih baik dari pada mengobati. Hal-hal yang perlu diperhatikan meliputi :
1.      Kandang
Pemeliharaan ternak dalam kelompok ternak briuk maju yaitu dalam kandang. Ternak tidak dilepas atau digembalakan di ladang. Kandang yang digunakan pun merupakan kandang milik kelompok. Kandang disini berfungsi sebagai :
·         Melindungi ternak dari hewan pemangsa
·         Mencegah agar ternak tidak merusak tanaman
·         Tempat tidur dan istirahat ternak, tempat makan dan minum ternak
·         Tempat kawin dan beranak
·         Tempat membuang kotoran dan kencing
·         Tempat merawat ternak yang sakit, memudahkan pengontrolan
Dalam pembangunan kandang harus memiliki persyaratan kandang sebagai berikut :
·         Kandang harus kuat dan perlu dipelihara sehingga tidak cepat rusak
·         Kandang harus dibersihkan secara teratur 1-2 minggu sekali agar ternak sehat
·         Pilih penempatan kandang di lahan yang kering/tidak tergenang air
·         Kandang dibuat jauh dari rumah atau sumur
·         Kandang mendapat sinar matahari langsung yang merata serta sirkulasi/pergantian udara yang baik

2.       Pemberian Pakan
·         Sapi untuk usaha perbibitan membutuhkan pakan untuk kebutuhan harian
·         Pakan diperlukan untuk produksi dan reproduksi
·         Jumlah pakan yang dibutuhkan bervariasi tergantung status fisiologi ternak
·         Pakan harus mengandung protein, energi, mineral, serat kasar, vitamin, dan lain-lain
·         pakan diusahakan harus selalu tersedia.
·         bahan pakan dapat berupa hijauan dan konsentrat. Hijauan diantaranya rumput, daun kacang-kacangan, dan hasil limbah pertanian.
·         hijauan yang segar biasanya lebih disukai ternak, tetapi untuk pakan hijauan tertentu sebaiknya dilayukan terlebih dahulu

3.      Menjaga Kesehatan Ternak
·         jika ternak mengalami gangguan kesehatan perlu segera ditangani.
·         pengobatan dengan obat tradisional lebih dianjurkan, selain mudah didapat juga lebih murah.
·         jika terpaksa menggunakan obat paten perlu diperhatikan labelnya dan ikuti petunjuk-petunjuknya dengan hati-hati
·         jangan mencampur obat-obat atau memberikan obat berkali-kali/sekaligus kecuali atas anjuran dokter hewan
·         pakailah alat suntik dan peralatan lain yang bersih
·         hubungi dokter hewan terdekat apabila sapi mengalami gangguan kesehatanyang berat
4.      Pemeliharaan Ternak Pasca Melahirkan
·         Ternak dibersihkan dari kotoran-kotoran darah
·         Anak sapi dirawat dan pusarnya diolesi larutan yodium
·         Anak sapi harus segera menyusu, bila ada kesulitan perlu dilatih karena susu induk sebelum 12 jam setelah melahirkan dapat membentuk kekebalan tubuh.
·         Colustrum buatan : 0,5 lt susu + 1 sdt minyak ikan + 1 btr telur ayam + 0,5 sdm gula pasir.

Parameter merupakan indikator dari suatu distribusi hasil pengukuran. Nilai yang mengikuti sebagai acuan. Keterangan atau informasi yang dapat menjelaskan batas-batas atau bagian-bagian tertentu dari suatu system. Suatu parameter adalah kuantitas terukur yang inheren dalam suatu masalah. Syarat ketercapaian tujuan. Artinya, parameter yang terwujudkan mengindikasikan ketercapaian tujuan.
Parameter yang digunakan dalam perlakuan berikut ini adalah berbagai jenis pakan yang diberikan pada ternak dalam jumlah yang berbeda setiap waktu yang berdampak pada hasil ternak sapi. Adapun hasil pengamatan yang dilakukan disajikan dalam bentuk tabel.



Tabel 5. Jumlah  Dan Variasi Bahan Pakan Yang Diberikan Kepada Induk Bunting/Kg
No
Bahan pakan
I
II
III
IV
V
Rata-rata
%
Tgl:24/5/13
Tgl:25/5/13
Tgl:26/5/13
Tgl:31/5/13
Tgl:1/6/13
1
Jerami
6
5.75
6.25
6.25
0
4.85
21.12
2
Rumput gajah
7.5
7.3
5.5
0
7.5
5.56
24.22
3
Rumput lapangan
8.75
8.75
7.5
7
9
8.2
35.71
4
Jerami
7.5
8.25
6
0
0
4.35
18.95
Jumlah pemberian
29.75
30.05
25.25
13.25
16.5
22.96
100.00
Sisa
1
2
2
0
0
1
4.36
Konsumsi
28.75
28.05
23.25
13.25
16.5
21.96
95.64


Table 7. Jumlah Dan Variasi Bahan Pakan Yang Diberikan Kepada Ternak Sapi Jantan Muda/Kg
No
Bahan pakan
I
II
III
IV
V
Rata-rata
%
Tgl:24/5/13
Tgl:25/5/13
Tgl:26/5/13
Tgl:31/5/13
Tgl:1/6/13
1
Jerami
6
5.75
6.25
6.25
0
4.85
21.12
2
Rumput gajah
7.5
7.3
5.5
0
7.5
5.56
24.22
3
Rumput lapangan
8.75
8.75
7.5
7
9
8.2
35.71
4
Jerami
7.5
8.25
6
0
0
4.35
18.95
Jumlah pemberian
29.75
30.05
25.25
13.25
16.5
22.96
100.00
Sisa
2
3
3
0
0
1.6
6.97
Konsumsi
28.75
28.05
23.25
13.25
16.5
21.36
93.03

Table 8. Jumlah Pakan Yang Diberikan Kepada Ternak Sapi Jantan Dewasa/Kg
No
Bahan pakan
I
II
III
IV
V
Rata-rata
%
Tgl:24/5/13
Tgl:25/5/13
Tgl:26/5/13
Tgl:31/5/13
Tgl:1/6/13
1
Jerami
6
5.75
6.25
6.25
0
4.85
21.12
2
Rumput gajah
7.5
7.3
5.5
0
7.5
5.56
24.22
3
Rumput lapangan
8.75
8.75
7.5
7
9
8.2
35.71
4
Jerami
7.5
8.25
6
0
0
4.35
18.95
Jumlah Pemberian
29.75
30.05
25.25
13.25
16.5
22.96
100.00
Sisa
2
2
2
0
0
1.2
5.23
Konsumsi
28.75
28.05
23.25
13.25
16.5
21.76
94.77




Table 9. Jumlah Pakan Yang Diberikan Kepada Ternak Sapi Induk
No
Bahan pakan
I
II
III
IV
V
Rata-rata
%
Tgl:24/5/13
Tgl:25/5/13
Tgl:26/5/13
Tgl:31/5/13
Tgl:1/6/13
1
Jerami
6
5.75
6.25
6.25
0
4.85
21.12
2
Rumput gajah
7.5
7.3
5.5
0
7.5
5.56
24.22
3
Rumput lapangan
8.75
8.75
7.5
7
9
8.2
35.71
4
Jerami
7.5
8.25
6
0
0
4.35
18.95
Jumlah Pemberian
29.75
30.05
25.25
13.25
16.5
22.96
100.00
Sisa
3
3
2.5
0
0
1.7
7.40
Konsumsi
28.75
28.05
23.25
13.25
16.5
21.26
92.60
Pemberian  pakan secara rutin dan sesuai dengan kebutuhan akan memberikan hasil yang baik bagi produksi ternak sapi. Seperti data diatas pemberian pakan dirasa sesuai dengan kebutuhan ternak, karena jumlah sisa pakan yang diberikan relative sedikit bahkan hampir tidak ada. Pemberian pakan tersebut juga berdampak pada hasil ternak seperti berat, panjang badan, lingkar dada dan tinggi badan ternak sapi.
1.      Penampilan reproduksi
a.         Sistem Perkawinan
Sitem perkawinan sapi untuk memperoleh keturunan ada dua macam yaitu perkawinan secara alami (sapi betina yang birahi kawin langsung dengan pejantan) dan perkawinan buatan yang dikenal dengan inseminasi buatan (IB) atau kawin suntik, dimana sapi betina yang birahi “disuntik” dengan mani sapi jantan unggul. (Bambang Setiadi, 2001).
 Menurut Samsul Fikar dan Dadi Ruhyadi (2010) perkawinan alami harus memperhatikan perilaku seksual induk betina dan jantan. Induk betina mengalami birahi setiap 18 – 22hari sekali, sedangkan jantan tidak tergantung waktu. Masa ovulasi indukan biasanya terjadi 8 – 12 jam setelah birahi. Inseminasi Buatan (IB) bertujuan untuk memperoleh sapi yang unggul dari segi kualitas dan kuantitas, karena semennya berasal dari pejantan yang telah diseleksi. Selain itu, IB dilakukan untuk menghindari perkawinan sedarah (inbreeding), sehingga tingkat kecacatan dan penularan penyakit dapat dikurangi.
b.      Lama kebuntingan
Lama kebuntingan yang dialami oleh ternak sapi biasanya 9 (Sembilan) bulan 10 (sepuluh) hari.
c.       Umur kawin pertama
Ternak sapi kawin pertama biasanya dikawinkan pada umur 2 (dua) tahun untuk yang jantan dan yang betina.
d.      Umur beranak pertama
Ternak sapi yang beranak pertama kalinya biasanya berumur kurang lebih 2-3 tahun.
e.       Umur afkir
Umur afkir atau ternak yang sudah tidak produktif biasanya berumur 9-10 tahun.
2.      Penampilan Produksi
Tabel 10. Jumlah Ternak Yang Dijual, Disembelih Dan Pengembalian Dalam Setahun :
Umur
Dijual
Disembelih
Pengembalian
Total
Anak




Muda
2


2
Dewasa




Jumlah
2







Dari tabel data diatas, dilihat bahwa dalam pertahunnya Bapak peternak dapat menjual sapi 2 (dua) ekor.

Analisis keuntungan serta pendapatan ternak adalah sebagai berikut :



Tabel 11. Rincian Biaya Pakan, Obat-Obatan Dan Tenaga Kerja
Uraian
Pemberian Pakan/Kg
Biaya (Rp)
Jumlah Ternak (Ekor)
Biaya/Tahun (Rp)
1. Hijauan




Rumput
20
300
4
8.760.000
Legume




2. Konsentrat




Dedak Padi
1
1.500
2
1.095.000
Bungkil Kelapa




Ampas Tahu




Jagung




Lainnya




Jumlah



9.855.000
1. Obat-Obatan

20.000
4
80.000
2. Tenaga Kerja




Jumlah



80.000
Dari tabel data diatas, dapat dilihat bahwa dalam setahun peternak dapat mengeluarkan biaya yang cukup banyak.
Tabel 12. Harga Ternak Saat Ini (Per Kg Hidup Atau Ekor)
Jenis kelamin
Anak
Muda
Dewasa
Afkir
Jantan
Rp. 2.000.000/ekor
Rp. 6.000.000/ekor
Rp. 10.000.000/ekor
Rp.2.500/kg
Betina
Rp.1.500.000/ekor
Rp. 4.000.000
Rp. 7.000.000/ekor
Rp.2.500/kg
Dari tabel diatas, diketahui bahwa harga sapi beraneka ragam. Harga sapi ditentukan dari umur ternak. Semakin umur ternak dewasa maka harga ternak semakin mahal. Tetapi  ketika umur ternak memasuki afkir atau tidak dapat bereproduksi lagi harga ternak semakin menurun.



Tabel 13. Biaya Produksi Dan Pendapatan
Komponen
Unit/vol (satuan)
Harga satuan (Rp)
Jumlah (Rp)
a.      Penerimaan



Penjualan ternak
2 ekor
7.000.000
14.000.000
Penjualan kotoran



Ternak akhir perhitungan
2 ekor
7.800.000
15.600.000
Ternak dipotong
-
-
-
Pengembalian ternak
-
-
-
Tenaga kerja
-
-
-
Jumlah penerimaan (A)


19.600.000
b.      Biaya variabel



Bakalan/bibit
-
-
-
Pakan
4 ekor
2.190.000
8.760.000
Obat-obatan
4 ekor
20.000
80.000
Tenaga kerja
-
-
-
Bunga biaya variabel
-
-
-
Perkawinan ternak
2
50.000
100.000
Pertolongan beranak
-
-
-
Lainnya
-
-
-
Jumlah biaya variabel (B)


8.940.000
Groos margin (A-B)


10.660.000
c.       Biaya tetap



Penyusutan kandang
1 kandang kelompok
6.000.000
6.000.000
Biaya lainnya
-
-
-
Jumlah biaya tetap (C)


6.000.000
Total biaya (B+C)


14.840.000
Pendapatan bersih (A-B-C)


4.660.000

                 Menurut perhitungan diatas, analisa ekonomi untuk setiap peternak khususnya ternak Pak Muhdan bisa mendapatkan pendapatan bersih dalam 1 tahun sekitar  Rp. 4.660.000. Untuk biaya penyusutan kandang dilakukan oleh kelompok. Biaya penyusutan dilakukan untuk semua peternak di briuk maju. Setiap tahunnya para peternak mengeluarkan dana masing-masing Rp.200.000/tahun sebagai uang khas ternak. Semua anggota peternak membuang kotoran ternaknya diselokan yang langsung terhanyutkan oleh air yang mengalir dari sawah, kotoran tersebut mengalir lagi kesawah-sawah, tetapi ada juga yang memanfaatkan kotoran tersebut sebagai pupuk kandang. Bibit didapat dari pemerintah setiap 4 tahun sekali, dan harga umum untuk bibit sekitar 4.500.000, berhubung untuk kelompok ternak briuk maju baru berjalan sekitar 5 tahun jadi untuk bibit selanjutnya belum ada. Berhubung ternak milik pak muhdan adalah milik sendiri, maka pak muhdan tidak mengeluarkan biaya untuk bakal bibit. Pada waktu tahun pertama pembukaan kelompok tani ternak briuk maju pada tahun 2008 pak muhdan mendapatkan bibit ternak dari pemerintah yang berjumlah 1 (satu) ekor. Masing-masing peternak di kelompok ternak briuk maju mendapatkan masing-masing satu ternak sapi betina. System perkawinan yang dilakukan yaitu system perkawinan alam dan dengan IB (inseminasi buatan). IB juga memerlukan biaya, menurut ketua kelompok peternak  biaya setiap IB bisa mencapai Rp. 50.000.



BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Simpulan
Adapun simpulan dari praktikum kali ini adalah sebagai berikut :
1.      Menajemen pemeliharaan ternak oleh peternak di Kelompok Tani Ternak Beriuk Maju yaitu memelihara ternak dengan cara dikandangkan dan pemberian pakan secara rutin dan dilakukan  secara continue.
2.      Didapat bahwa pemberian pakan yang rutin dan baik, dapat menghasilkan pertambahan bobot bada yang relative tinggi.
3.       Produksi pakan yang cukup baik dapat menghasilkan produktivitas ternak yang relative tinggi.
4.      Pertambahan bobot badan, tinggi badan dan panjang badan sangat berpengaruh positif pada konsumsi pakan yang baik.

5.2. Saran
Saran saya pada praktikum kali ini adalah diharapkan para praktikan dapat tertib dan teratur pada saat praktikum berlangsung dan diharapkan untuk adanya Co. Asst atau asisten sebelumnya agar praktikan tidak kebingungan dengan apa yang akan dilakukan.



DAFTAR PUSTAKA


Basuki, P. 1998. Dasar Ilmu Ternak Potong dan Kerja, Jakarta: Cv. Yasaguna.
Clufran. 1976. Korelasi antara berat hidup dengan lingkar dada, panjang badan dan tinggi gumba sapi Bali kualitas ekspor asal Lombok, Nusa Tenggara Barat. Skripsi, Fakultas Peternakan, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. 
Hardjosubroto, W. 1994. Aplikasi Pemuliabiakan Ternak Di Lapangan. PT. Grasindo, Jakarta.
Maskyadji, A.S.Z.Z. 1997. Pertumbuhan dan penentuan output sapi Madura dari Pulau Madura. Tesis, Fakultas Pasca Sarjana, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Partodihadjo, Soebadi. 1987. Ilmu Reproduksi Hewan. Jakarta : PT. Mutiara Sumber Widya
Prescott S. C., Dunn M. 1978. Industrial Microbiology. New York: Mc. Graw Hill Book. Co. Ltd.
Roche. 1975. Pengukuran Berat Badan Ternak berdasarkan Performance. Yogyakarta: Dinas       Peternakan    Provinsi DIY.
Saleh, A.R. 1982. Korelasi antara bobot badan dengan lingkar dada, lebar dada, tinggi pundak, panjang badan dan dalam dada sapi Ongole di Pulau Sumba. Karya Ilmiah, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Salisbury, G. W., dan VanDemark, N. L., 1985. Fisiologi Reproduksi dan Inseminasi Buatan pada Sapi, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Santosa, undang,1995, Aberdeen angus, trubus.
Santoso, Slamet. 2006. Dinamika Kelompok. Jakarta: Bumi Aksara
Sarwono dan arianto, 2006, sapi mana yang bisa dipotong, trubus.
Sarwono, B. Dan Arianto, H.2001. Penggemukan sapi potong secara cepat, Jakarta: PT. Penebar swadaya.
Sarwono, B.D.1990. Estimasi Bobot Badan Sapi Bali Berdasarkan Ukuran-ukuran Tubuh.laporan penelitian .unram
Soeparno. 1998. Ilmu dan Teknologi Daging. Yogyakarta: Gajah Mada University Press
Sosroamidjojo, M.S, 1980.ternak potong dan kerja.yasaguna Jakarta
Sosroamidjojo, M.S, dan soeradji 1986.peternakan umum.yasaguna Jakarta
Sudarma, I.M,1990.ukuran-ukuran tubuhsapi balidi kab.lombok barat.skripsi fakultas peternakan universitas mataram
Sudarmo, A.S dan Y. Bambang sugeng, 2008,Sapi Potong, Penebar Swadaya, Jakarta: 1060
Sugeng, Y. B. 2000. Ternak Potong dan Kerja. Edisi I. CV. Swadaya : Jakarta
Susetyo. 1997. Performance Tubuh Ternak. Jakarta: Cv.Yasaguna

Toelehere, M.R., 1985.fisiologi reproduksi pada ternak.angkasa.bandung.